TEMPO.CO, Dhaka - Penerima hadiah Nobel dan pelopor pinjaman mikro, Profesor Muhammad Yunus, mendesak produsen dan pengecer di seluruh dunia untuk memastikan pembayaran upah yang layak bagi jutaan buruh garmen Bangladesh. "Mereka hidup seperti budak," katanya di Berlin.
Ia berada di Jerman untuk melakukan pembicaraan dengan Transparency International untuk memperbaiki indeks untuk upah minimum di negara-negara yang membuat pakaian untuk pengecer Barat. "Mereka dibayar seperti budak, US$ 40 perbulan," katanya.
Dia juga berbicara pada seminar tentang runtuhnya kompleks pabrik sembilan lantai yang menewaskan 1.127 orang. Upah yang minim dan keselamatan kerja kini menjadi isu yang digarisbawahi terkait musibah itu.
Dalam hampir tiga dekade sebagai kepala Bank Grameen, Yunus membantu mengangkat jutaan warga pedesaan keluar dari garis kemiskinan dan memberdayakan perempuan di negara mayoritas Muslim itu. "Kita tidak ingin membuat Bangladesh sebagai negara budak. Kita ingin memastikan mereka mendapatkan gaji yang layak. Ini di tangan kita," katanya.
Menurut Yunus, upah harus sedemikian rupa sehingga mereka dapat hidup bahagia dan layak sebagai manusia, dan tidak bekerja seperti budak. "Kita harus memastikan bahwa kita tidak menjual tenaga kerja budak untuk membangun perekonomian kita. Kita harus menjual bakat kita," katanya.
Pemerintah Bangladesh mengumumkan bahwa mereka telah mendirikan sebuah panel untuk menaikkan upah para pekerja pakaian jadi. Kini upah minimal mereka US$ 100.
Sebanyak 4.500 pabrik garmen Bangladesh menjadi mitra untuk label mode Barat yang menjual pakaian dengan harga selangit. Negara ini merupakan produsen pakaian terbesar kedua di dunia dan industri menyumbang hingga 80 persen dari ekspor tahunan tahun lalu.
REUTERS | TRIP B
Topik Terhangat
PKS Vs KPK | Edsus FANS BOLA | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Baca juga:
Silvio Berlusconi Pamerkan Ruang Pesta Bunga-bunga
19 Tertembak dalam Parade Hari Ibu di AS
USS Nimitz di Korea Selatan untuk Latihan Bersama
Mahathir Muhammad: Saya Bukan 'Godfather'
Berita terkait
Menyelundupkan Pekerja, Diplomat Bangladesh Bakal Dibui 15 Tahun
13 Juni 2017
Diplomat Bangladesh diancam penjara 15 tahun karena didakwa menyelundupkan pekerja ke AS dan menyiksa pekerjanya secara tidak manusiawi.
Baca SelengkapnyaDetik-detik Topan Mora Hantam Kamp Rohingnya di Bangladesh
30 Mei 2017
Sekitar 10 ribu gubuk jerami di kamp pengungsi Rohingya Balukhali dan Kutupalong di Cox's Bazar, Bangladesh hancur akibat dihantam Topan Mora.
Topan Mora di Bangladesh, 350 Ribu Orang Dievakuasi
30 Mei 2017
Topan Mora yang melanda Bangladesh mengakibatkan sebanyak 35o ribu orang mengungsi ke sekitar 400 tempat penampungan
Baca SelengkapnyaDi Bangladesh, Dokter Harus Menulis Jelas
12 Januari 2017
Pengadilan di Bangladesh melarang gaya menulis semacam itu agar para pasien bisa membaca resep lebih jelas dan tidak mengambil obat yang salah.
Bangladesh Pertimbangkan Hapus Islam Sebagai Agama Resmi
17 November 2016
Pemimpin partai berkuasa, Liga Awami, Abdul Razzak mengusulkan penghapusan Islam dari Konstitusi Bangladesh.
Baca SelengkapnyaSerang Minoritas Hindu, 44 Warga Bangladesh Ditangkap
6 November 2016
Kerusuhan berawal dari unggahan di Facebook yang dianggap menghina Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi.
Baca SelengkapnyaMisteri Terjawab, Alasan Sungai Berwarna Merah di Kota Ini
15 September 2016
Sungai-sungai di Dhaka, Bangladesh, berubah warna menjadi merah bersamaan dengan banjir yang datang. Warga Dhaka sedang merayakan Idul Adha.
Baca SelengkapnyaBangladesh Gantung Pemimpin Partai Jamaat-el-Islami
4 September 2016
Ali adalah komandan kunci milisi pro-Pakistan di sebelah selatan kota pelabuhan Chittagong selama perang 1971.
Baca SelengkapnyaDuh, Bocah 4 Tahun Tampak Seperti Seorang Kakek
30 Juli 2016
Usia Bayezid Hossain baru 4 tahun namun tampak seperti pria uzur usia 80-an tahun. Ia menderita penyakit langka.
Baca SelengkapnyaNarapidana Tertua di Bangladesh Dibebaskan
20 Juli 2016
Ohidunessa bercerita tentang pengalamannya yang tidak mampu mencari keadilan.
Baca Selengkapnya