TEMPO.CO, HYDERABAD – Kandidat anggota Parlemen dari partai sekuler tewas ditembak Taliban di Hyderabad, Pakistan. Korban kedua yang meninggal dunia dalam kampanye pemilihan umum akibat serangan Taliban. Sebelumnya, Adnan Qualti, kandidat Partai Rakyat Pakistan tewas pada 2 April lalu.
Fakhrul Islam, pedagang toko grosir berusia 46 tahun adalah calon anggota parlemen dari partai sekuler Muttahida Qauimi Movement (MQM) untuk Provinsi Sindh. Partai tersebut adalah mitra koalisi pemerintah yang baru-baru ini diancam oleh faksi Taliban.
Dia tewas ditembak empat kali oleh pria dari sebuah sepeda motor, tatkala keluar dari toko bersama ayahnya. Perdana Menteri sementara Pakistan Mir Hazar Khan Khoso memerintahkan pengawalan ketat bagi seluruh kandidat.
“Empat peluru di kepala dan perut, dia meninggal di tempat,” kata petugas polisi Akhtar Hussain. Ayah Islam tidak cedera namun menderita shock mendalam.
Juru bicara Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), Ehsanullah Ehsan mengakui serangan itu dilakukan kelompoknya. “Kami melakukan serangan ini dan menembak mati Islam,” kata Ehsan kepada kantor berita AFP. “Pembunuhan itu adalah bagian dari perang kami terhadap partai-partai sekuler termasuk MQM, Partai Rakyat Pakistan dan Partai Awami Nasional, yang melakukan genosida terhadap rakyat suku kami dan Muslim selama lima tahun berkuasa.”
Taliban Pakistan terang-terangan mengancam partai koalisi. Pemimpin TTP Hakimullah Mehsud dalam tayangan video baru-baru ini melarang rakyat Pakistan mengikuti pemilu. “Mereka ingin memecah belah umat Muslim, kami menginginkan implementasi Hukum Syariah dan untuk itu jihad diperlukan,” kata Mehsud seperti dikutip CNN.
Surat kabar Wall Street Journal melaporkan politisi dari Partai Awami Nasional yang mencalonkan diri kembali menjadi anggota Parlemen berhasil lolos dalam ledakan bom terhadapnya di Peshawar, Kamis lalu.
Rangkaian pembunuhan terhadap kandidat tampak untuk menyebarkan ketakutan akan maraknya kekerasan pada pemilihan nasional dan regional pada 11 Mei mendatang. Pemilu akan menandai transisi demokratis pertama negara nuklir setelah beberapa dekade diperintah militer sejak mereka 1947.
HERALD SUN | AL JAZEERA | NATALIA SANTI