TEMPO.CO, LONDON—Tewasnya warga sipil bukanlah satu-satunya penderitaan rakyat saat konflik berkecamuk di seluruh dunia. Kejahatan seksual juga menjadi salah satu momok paling mengerikan kala peperangan berlangsung di sebuah negara.
Laporan kelompok Save The Children Rabu 10 April 2013, mengungkapkan fakta mengerikan. Lebih dari separuh korban kekerasan seksual di zona konflik adalah anak-anak.
“Kejahatan seksual merupakan satu dari sekian kengerian akibat perang. Kerusakan yang ditimbulkan dapat menghancurkan kehidupan seseorang,” kata ketua Save the Children, Justin Forsyth.
Laporan bertajuk Kejahatan-Kejahatan terhadap Anak itu berisi data dan kesaksian dari sejumlah negara yang pernah dilanda konflik seperti Kolombia, Liberia dan Sierra Leone. Pada negara-negara dengan konflik paling buruk seperti Liberia dan, kejahatan seksual terhadap anak mencapai lebih dari 70 persen.
Di Liberia, negara yang masih bergulat mengatasi konflik satu dekade lalu, sebanyak 80 persen korban kekerasan seksual berusia di bawah 17 tahun. Hampir seluruh korban diperkosa. Di Sierra Leone, 70 persen korban adalah gadis di bawah 18 tahun. Seperlima dari para gadis berusia di bawah 11 tahun.
Kesaksian dari korban dan saksi mata menyatakan sejumlah anak yang diperkosa langsung dibunuh. Kelompok bersenjata dan pasukan pemerintah pun menjadi bagian dari pelaku penculikan dan pelecehan anak lelaki maupun perempuan.
Save the Children mendesak seluruh pihak untuk membantu mengatasi masalah ini. “Kami menemukan bahwa program perlindungan anak dari kejahatan seksual dan rehabilitasi hanya memperoleh dana sedikit di seluruh dunia,” ujar Forsyth.
Masalah ini menjadi salah satu agenda dalam pertemuan Menteri Luar Negeri kelompok negara maju G8 di London, kemarin hingga hari ini.
L REUTERS | GLOBAL POST | SKY NEWS | SITA PLANASARI AQUADINI