Presiden Myanmar Thein Sein. REUTERS/Vesa Moilanen/Lehtikuva
TEMPO.CO, NEW YORK--Lembaga Human Rights Watch (HRW) Senin 1 April 2013 mendesak pemerintah Myanmar untuk menyelidiki kegagalan polisi menghalangi kekerasan sektarian terhadap kelompok minoritas.
Lembaga yang berbasis di New York itu merilis citra satelit yang menunjukkan 800 rumah hangus terbakar dalam kerusuhan di Kota Meiktila pekan lalu. Wakil Direktur HRW untuk Wilayah Asia, Phil Robertson, mengungkapkan lokasi yang paling hancur akibat kekerasan itu adalah wilayah warga Muslim.
Data HRW juga menunjukkan bahwa polisi membiarkan kekerasan sektarian meski banyak pengaduan telah dilaporkan ke institusi itu. “Pemerintah harus menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas kerusuhan dan mengapa polisi tidak bertindak untuk menghentikan kekerasan,” ucap Brad Adams, Direktur HRW untuk Asia.
Konflik dan perusakan ini, menurut HRW, mirip dengan kekerasan berdarah yang terjadi pada Juni lalu.
Sebelumnya, Presiden Myanmar U Thein Sein menegaskan perdamaian dan stabilitas menjadi agenda utama pemerintah. Dalam pidato yang disiarkan secara langsung oleh radio kemarin, Thein Sein mendesak seluruh rakyat termasuk biksu dan biksuni, untuk membantu pemerintah mencapai hal tersebut.
“Saya akan menggunakan kekuatan yang diberikan oleh konstitusi untuk melindungi kehidupan, kebebasan dan hak milik seluruk warga Myanmar,” kata Thein Sein.
Pernyataan ini terutama menanggapi kekerasan sektarian yang dilakukan mayoritas masyarakat Buddha terhadap minoritas Muslim dan Kristen Myanmar beberapa waktu terakhir. “Tindakan biadab itu merusak citra negara di mata masyarakat internasional,” Thein Sein menegaskan.
Padahal, ia menambahkan, perdamaian dan stabilitas menjadi salah satu syarat agar investasi asing dapat masuk ke negara tersebut. “Saat kekerasan sektarian terjadi, kita tidak dapat menyelesaikannya diam-diam karena sudah menjadi perhatian internasional,” tutur Thein Sein.
L XINHUA | ELEVEN MYANMAR | GLOBAL POST | SITA PLANASARI AQUADINI