DPR Kaji Keterlibatan Intelijen dalam Program CIA

Reporter

Editor

Abdul Manan

Kamis, 7 Februari 2013 22:46 WIB

Pekerja mengecat kubah kura-kura Gedung Nusantara di kompleks parlemen MPR-DPR RI, Senayan, Jakarta, (31/7). Selama masa reses, kompleks parlemen dibersihkan, dibenahi, dan dipercantik hingga tanggal 10 Agustus sebelum sidang paripurna pada tanggal 16 Agustus 2012. ANTARA/Rosa Panggabean

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pertahanan, Komunikasi, dan Informasi DPR RI akan mengkaji lebih dahulu hasil studi Open Society Foundation (OSF) yang menyebut adanya keterlibatan intelijen Indonesia dalam program rahasia dengan Dinas Rahasia AS, CIA (Central Intelligence Agency). "Ini harus dikaji dulu, apakah seperti itu persoalannya," kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Ramadhan Pohan, di Jakarta, Kamis 7 Februari 2013.


Laporan hasil studi berjudul "Globalizing Torture: CIA Extraordinary Rendition and Secret Detention" itu dipublikasikan Selasa lalu oleh yayasan yang didirikan oleh philantropis George Soros itu. Fokus laporan itu adalah pada program rendition (pemindahan seseorang ke negara lain tanpa proses hukum) dan penahanan rahasia CIA, yang dilakukan paska serangan teroris 11 September 2001 ke negara itu. Partner CIA dalam program ini 54 negara, termasuk Indonesia.


Ramadhan mengatakan, Indonesia tidak bisa menjadi bagian dari operasi lembaga intelijen mana pun. "Apalagi, jika kerjasama itu diduga mengandung pelanggaran hak asasi manusia, tentu harus dipertanyakan," katanya. Dia menambahkan, Parlemen juga harus mempelajari terlebih dahulu apakah operasi terorisme yang selama ini digelar pemerintah menjadi bagian dari operasi intelijen CIA.


Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Golongan Karya Tantowi Yahya mengaku baru mengetahui soal tudingan tersebut. Ia akan mengkonfirmasi soal itu kepada Kementerian Pertahanan dan Badan Intelijen Negara (BIN). "Yang perlu dikonfirmasi lagi, apa benar perburuan yang kita lakukan pada tiga orang itu ada kaitannya dengan itu," katanya. Parlemen berencana menanyakan soal ini dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertahanan dan BIN, pekan depan.


Setidaknya ada tiga penangkapan oleh intelijen Indonesia yang disebut laporan OSF tersebut sebagai bagian dari kerjasama operasi rahasia ini, yaitu terhadap Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru, dan Omar al-Faruq. Madni ditangkap di Jakarta, sebelum dikirim ke Mesir. Nasir ditangkap di Indonesia tahun 2003 dan ditransfer ke Yordania, sebelum akhirnya ditemukan di Yaman. Faruq ditangkap di Bogor tahun 2002, lalu dipindahkan ke Bagram, Afganistan.


Advertising
Advertising

Dalam studi itu OSF itu disebutkan, masing-masing negara memiliki peran yang berbeda-beda dalam membantu operasi CIA itu. CIA menahan orang yang diduga teroris di fasilitas penahanan di Lithuania, Maroko, Polandia, Rumania, dan Thailand --di samping di Afghanistan dan Guantanamo, Kuba. Sedangkan negara-negara seperti Azerbaijan, Kanada, Denmark, Malawi, Kenya, Zimbabwe, Malaysia, dan Sri Lanka, berpartisipasi melalui interogasi, penyiksaan, atau penangkapannya.


Setidaknya ada 136 orang yang dilaporkan menjadi korban operasi ini. Dalam penahanan itu, mereka mengalami sejumlah penyiksaan. Karena itu, tulis laporan OSF itu, Amerika Serikat dan dan negara-negara yang membantunya harus bertanggungjawab atas pelanggaran hukum domestik dan internasional itu. Hingga kini hanya Kanada yang meminta maaf atas perannya. Sedangkan Australia, Inggris, dan Swedia, menawarkan kompensasi kepada korban operasi rahasia itu.


Amrit Singh, penulis laporan itu mengatakan, Presiden AS Barrack Obama pada tahun 2009 mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang penggunaan penyiksaan, teknik interogasi keras dan penutupan fasilitas penahanan rahasia. Tapi, kata Singh, perintah itu tidak menanggalkan praktik rendition. "Kenyataannya, perintah itu memungkinkan penahanan jangka pendek untuk rendition," kata Singh.


Pendukung program rendition dan penahanan mengatakan, ini merupakan komponen penting kebijakan keamanan nasional AS menghadapi ancaman tak menentu setelah peristiwa 9/11 itu. "Semua plot (teroris) yang direncanakan setelah serangan 9/11 tidak pernah terjadi," kata Marc Thiessen, penulis utama untuk pidato Presiden AS George W. Bush. Jika tak ada program rahasia itu, kata Marc, belum tentu AS melewati 12 tahun ini tanpa serangan teroris.


CNN | OSF | Febriana Firdaus | Abdul Manan

Berita terkait

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

1 jam lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

1 jam lalu

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

Sejumlah penerima KIP Kuliah sebelumnya ramai dibicarakan karena sudah dinilai tak layak menerima.

Baca Selengkapnya

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

3 jam lalu

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

Pengesahan RUU Penyadapan mandek meskipun sudah masuk dalam Prolegnas 2015-2019.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

21 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

KPK memanggil Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan Sekretariat Jenderal DPR RI Hiphi Hidupati dalam dugaan korupsi rumah dinas

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

1 hari lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

2 hari lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

4 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

4 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

4 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

4 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya