TEMPO.CO, Washington - Pengadilan Amerika Serikat, Kamis, 1 November 2012, menjatuhkan hukuman 17 tahun penjara terhadap seorang pria yang dituding merencakanan serangan ke Pentagon dan Washington dengan pesawat seperti dilakukan Osama bin Laden.
Lelaki warga negara Amerika Serikat itu adalah Rezwan Ferdaus, 27 tahun, ditahan aparat keamanan setelah melakukan operasi pengejaran terhadap para anggota al-Qaeda.
Di depan majelis hakim yang mengadilinya pada Juli 2012, dia mengaku bersalah karena menyiapkan kebutuhan al-Qaeda dan akan menghancurkan gedung-gedung pemerintahan Amerika Serikat dengan bahan peledak.
Jaksa penuntut umum dalam dakwaanya menyebutkan, Ferdaus telah merencanakan jihad atau perang suci sejak 2010. Selain itu, jelas jaksa, dia akan menggunakan bahan peledak yang dikendalikan oleh telepon seluler dengan target pasukan Amerika Serikat di Irak dan Afganistan.
Dalam sebuah pernyataan menyusul vonis pengadilan, Jaksa Jack Pirozzolo, menguraikan bahwa Ferdaus merupakan pria yang sangat berbahaya.
"Dia akan melakukan tindakan mengerikan terhadap rakyat Amerika Amerika baik di sini maupun di luar negeri," ujarnya. Ferdaus, lahir di Massachusetts dari pasangan orang tua Bangladesh. Dia merupakan seorang sarjana fisika dari Northeastern University di Boston.
Di pengadilan, Ferdaus mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan dan keluarganya yang selama ini memberikan dukungan, namun tidak meminta maaf.
Hakim distrik, Richard Stearns, mengatakan, teman-teman Ferdaus dan keluarganya telah mengirimkan surat dukungan yang isinya menyatakan bahwa dia telah hidup 90 persen di jalan yang benar.
"Setiap orang mencatat bahwa ada sebuah titik ketika hidup Ferdaus berubah lebih gelap," katanya.
Di luar pengadilan, ibunya mengatakan kepada wartawan bahwa putranya sama sekali tidak bersalah. Ferdaus juga menjalani hukuman percobaan 10 tahun. Dia bisa dihukum hingga 35 tahun tanpa pembelaan.
BBC | CHOIRUL
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya