TEMPO.CO, Jakarta - Kekerasan komunal antara kelompok muslim dan Buddha di bagian barat Myanmar kembali pecah. Sedikitnya 67 orang terbunuh dalam kekerasan komunal Jumat kemarin itu. Media negara tersebut menyebutkan setidaknya 2.000 rumah dan delapan bangunan keagamaan hancur dalam kasus kekerasan tersebut. Hampir 100 orang pun terluka.
Juru bicara negara bagian Rakhine, lokasi bentrokan, sempat mengungkapkan jumlah korban tewas sebanyak 112, namun direvisi karena ada kekeliruan penghitungan.
Sementara itu, situasi kawasan Ramree sudah tenang pada Sabtu pagi ini. Namun, bentrokan kemarin membuat warga menjadi waswas. "Warga sangat takut oleh serangan kilat komunitas muslim karena kehadiran aparat keamanan sangat sedikit. Kami tidak merasa aman. Kami ingin Bengali pindah dari komunitas Rakhine,'' kata Kyaw Win, 30 tahun, warga setempat.
Warga Rakhine lebih memilih menggunakan nama Bengali untuk Rohingnya, yang mereka katakan sebagai satu kelompok etnis. Kyaw Win mengatakan beberapa rumah telah dibakar, namun dilaporkan tak ada korban jiwa.
Pada Juni lalu, kekerasan etnis di Rakhine menewaskan 90 orang dan menghancurkan lebih dari 3.000 rumah. Sejak itu, sekitar 75 ribu orang tinggal di penampungan. Pemerintah setempat pun telah memberlakukan jam malam di beberapa daerah sejak Juni, dan diperluas sejak terjadinya kekerasan susulan.
Sampai kini ketegangan masih menghantui daerah tersebut. Pemerintah setempat dianggap gagal menemukan solusi jangka panjang bagi dua komunitas di daerah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan demokrasi yang masih muda di Myanmar bisa "rusak berat" oleh bentrokan. "Ketidakpercayaan melebar di antara masyarakat sedang dieksploitasi oleh unsur-unsur militan dan kriminal, menyebabkan skala besar hilangnya nyawa manusia," kata juru bicara Ban Ki-Moon, Sekjen PBB, Jumat lalu.
AL JAZEERA | WANTO
Berita Terpopuler
Fitnah, Kata Cina Soal Artikel Kekayaan Wen Jiabao
Eksekutif Minyak Inggris Ditembak Mati di Belgia
Ikan Fukushima Terkontaminasi Nuklir
Medali Olimpiade yang Dicuri Dikembalikan Via Pos
Berencana Santap Tersangka, Polisi Ini Diadili
Dalam Sepekan, Empat Pria Tibet Bakar Diri
Berita terkait
Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam
29 Januari 2021
Militer Myanmar menuduh pemilu diwarnai kecurangan dan tidak mengesampingkan kemungkinan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi
Baca SelengkapnyaInvestigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya
10 Februari 2018
Dua orang disiksa hingga tewas, sedangkan sisanya, warga Rohingya, ditembak oleh tentara.
Baca SelengkapnyaMiliter Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku
27 September 2017
Militer Myanmar?kembali menemukan 17 jasad umat Hindu?di sebuah kuburan massal di Rakhine dan ARSA dituding sebagai pelakunya.
Baca SelengkapnyaDewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya
26 September 2017
Dewan Keamanan PBB akan bertemu lusa untuk membahas penindasan Rohingya di Myanmar.
Baca SelengkapnyaMyanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine
26 September 2017
Pasukan militer?Myanmar mulai membuka satu persatu?tudingan?kekejaman?oleh?milisi Rohingya atau ARSA.
Baca SelengkapnyaPengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida
25 September 2017
Pengadailan Rakyat Internasional menyimpulkan Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaBangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar
23 September 2017
Kedua jurnalis Myanmar ini berpengalaman bekerja untuk berbagai media internasional.
Baca SelengkapnyaWarga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar
6 September 2017
Sebagian warga Hindu mengungsi ke Banglades dan tinggal berdampingan dengan warga Muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaJet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan
5 September 2017
Satu pesawat tempur militer Myanmar hilang saat melakukan pelatihan penerbangan di wilayah selatan Ayeyarwady.
Baca SelengkapnyaBentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi
27 Agustus 2017
ASEAN mendukung Myanmar dalam proses demokrasi, rekonsiliasi, dan pembangunan di negara tersebut dengan memegang prinsip non-intervensi.
Baca Selengkapnya