TEMPO.CO, Phnom Penh - Norodom Sihanouk, bekas raja Kamboja, meninggal dunia di sebuah rumah sakit di ibu kota Cina, Beijing, setelah mendapatkan serangan jantung.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pria 89 tahun ini kesehatannya dikabarkan terus memburuk. Sihanouk naik takhta pada 1942, dan selanjutnya memimpin Kamboja hingga negeri ini merdeka dari penjajahan Prancis pada 1953.
Kendati lama tinggal di pengasingan dan turun takhta pada 2004 akibat dibekap berbagai penyakit, dia merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar di dalam negeri.
Sihanouk turun takhta pada 2004, posisinya sebagai raja digantikan putra mahkota, Raja Norodom Siharmoni. "Kematiannya membuat rakyat Kamboja kehilangan," kata asisten dan keluarga dekat Pangeran Sisowath Thomico. "Sesungguhnya Raja Sihanouk bukan milik keluarga, tetapi dia milik rakyat Kamboja dan sejarah."
Jenazah mendiang diharapkan tiba di Kamboja untuk pemakaman kenegaraan di Istana Kerajaan di Phnom Penh. "Raja Sihamoni terbang ke Beijing untuk menjemput jenazah mendiang," ujar juru biara pemerintah Kamboja.
Sebuah pernyataan yang disampaikan Kementerian Luar Negeri Cina, menyebutkan bahwa Sihanouk merupakan seorang sahabat yang sangat besar bagi rakyat Cina.
Sihanouk dilahirkan pada 1922. Dia merupakan anak tertua pasangan Raja Norodom Suramarit dan Ratu Kossamak. Semasa belia, dia menempuh pendidikan di sekolah Prancis di Saigon dan di Paris. Ketika Nazi Jerman menguasai Prancis, Norodok Sihanouk dinobatkan sebagai Raja Kamboja, menggantikan ayahnya, kendati saat itu baru berusia 18 tahun. Setelah itu, dia berjuang melawan Prancis untuk memerdekakan Kamboja.