Novel "1Q84" karya Haruki Murakami laris manis. AP| Junji Kurokawa
TEMPO.CO, Tokyo - Penulis yang diakui dunia internasional, Haruki Murakami, mengkritik "histeria" atas sengketa wilayah yang sedang berlangsung antara Jepang dan Cina. "Ini seperti minum alkohol murahan. Ini membuat Anda mabuk setelah hanya beberapa teguk dan membuat Anda histeris. Membuat Anda berbicara keras dan bertindak kasar .... Tapi setelah mabuk dan mengamuk, maka yang tersisa adalah sakit kepala berkepanjangan keesokan harinya," katanya.
Ia menuding kedua negara mengobarkan situasi dengan menggunakan retorika nasionalisme. Ia meminta Jepang dan Cina untuk tak menjual nasionalisme secara "murahan" dan menolak untuk membuat konsesi.
"Ketika isu teritorial berhenti menjadi masalah praktis dan memasuki dunia emosi nasional, ini menciptakan situasi berbahaya dengan tanpa jalan keluar," tulis Murakami dalam opini halaman depan untuk Asahi Shimbun.
Sengketa berkepanjangan atas kepulauan Senkaku -dikenal sebagai Diaoyu di China- diintensifkan awal bulan ini setelah Jepang menasionalisasikan wilayah itu. Imbasnya, demonstrasi anti-Jepang merebak di banyak kota besar di Cina.
Murakami, yang memiliki banyak penggemar di Cina, turut menuai dampaknya. Novel-novelnya kabarnya dilarang beredar di Cina.
Murakami, yang bukunya telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa, membuat komentar setelah Jepang dan Cina terus perdagangan berwacana dalam sidang umum PBB di New York.
Menteri luar negeri Cina, Yang Jiechi, mengatakan Cina menganggap pulau itu "wilayah suci" dan menuduh Jepang melakukan pencurian setelah membelinya dari pemilik pribadi. Sengketa ini berisiko menyebabkan ketegangan diplomatik dan perdagangan antara raksasa ekonomi kedua dan ketiga terbesar di dunia.