Menteri Luar Negeri Malaysia Dato' Sri Anifah Hj. Aman (kiri), berbincang dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, saat konferensi pers di Jakarta, Kamis, 17 Jun 2010. (AP Photo/Tatan Syuflana)
TEMPO.CO , Kuala Lumpur - Malaysia mengutuk demonstrasi dengan kekerasan di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Perdana Menteri Malaysia telah meminta Kementerian Luar Negeri untuk mengungkapkan keberatan kepada pihak Indonesia.
Demonstrasi dipicu keputusan Malaysia mengakui dua warisan budaya Sumatera Utara--tari tortor dan ansambel musik Gordang Sambilan--sebagai bagian dari warisan budaya negeri itu.
Pada Jumat, sekitar 50 pemrotes melemparkan batu dan potongan kayu di pusat budaya Malaysia, sedangkan yang lain melemparkan telur ke dalam kompleks Kedutaan Besar Malaysia dan membakar bendera Malaysia. Demikian menurut laporan media negeri itu.
Para pengunjuk rasa menuduh Malaysia mencuri kekayaan budaya Indonesia.
"Malaysia menaruh perhatian serius pada tindak kekerasan terhadap tempat diplomatik Malaysia dan komentar provokatif tentang Malaysia oleh kalangan tertentu di Indonesia selama beberapa hari terakhir," kata Menteri Luar Negeri Anifah Aman dalam sebuah pernyataan.
Dia mempertanyakan jaminan keamanan oleh aparat Indonesia atas tempat-tempat diplomatik. Ia menyerukan tindakan agresif dan provokatif diakhiri.
Ketegangan Indonesia-Malaysia menyangkut aku-mengaku warisan budaya dimulai tahun 2007, ketika Malaysia mengklaim lagu Rasa Sayange dalam sebuah iklan pariwisata Malaysia. Hal itu diperburuk dengan dugaan perlakuan buruk dari tenaga kerja Indonesia oleh majikannya di Malaysia membuat sentimen anti-Malaysia terus tumbuh.
Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.