TEMPO.CO , Damaskus - Pemerintah Suriah membantah pasukannya berada di balik serangan terhadap sebuah desa yang menewaskan lebih dari 90 orang. sebaliknya, mereka menyalahkan pada "ratusan orang bersenjata berat" yang juga menyerang tentara di daerah itu.
Serangan hari Jumat di Houla, sebuah daerah barat laut dari pusat kota Homs, adalah salah satu peristiwa tunggal paling berdarah dalam pemberontakan yang kini measuki bulan ke-15 itu. PBB mengatakan 32 anak di bawah usia 10 ada di antara korban tewas.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Jihad Makdissi mengatakan pada konferensi pers di Damaskus bahwa Suriah sedang mengalami "tsunami kebohongan" di Houla. "Kami tegas menolak tanggung jawab pasukan pemerintah atas pembunuhan itu," kata Makdissi.
Serangan Houla memicu kemarahan baru dunia internasional. Eskalasi kekerasan meningkat dari hari ke hari.
Pengamat PBB yang diutus untuk menjajagi kemungkinan gencatan senjata, menemukan artileri berat di wilayah ini, yang mengarahkan telunjuk pada pasukan pemerintah. "Mereka menggunakan kekerasan untuk agenda mereka sendiri, menciptakan ketidakstabilan dan mendorong lebih jauh pada perang saudara," kata kepala para pengamat, Mayor Jenderal Robert Mood, dalam sebuah pernyataan.
Namun versi Makdissi menyebut ratusan bersenjata berat dibawa orang bersenjata senapan mesin, mortir, dan rudal anti-tank. Serangan dilancarkan secara bersamaan dari beberapa lokasi, dimulai sekitar pukul 02.00 dan berlanjut selama sembilan jam. Dia mengatakan tentara mereka di daerah tersebut diserang pada saat yang sama.
"Anak-anak, wanita dan orang tak berdosa lainnya tewas di rumah mereka, dan ini bukan hasil kerja tentara Suriah," kata Makdissi. "Ini metode pembunuhan yang brutal."
Makdissi mengatakan sebuah komite dibentuk untuk menyelidiki insiden tersebut, dan hasilnya harus keluar dalam waktu tiga hari. Dia menambahkan bahwa utusan internasional Kofi Annan akan terbang ke Suriah, Senin.