TEMPO Interaktif,
Denpasar:Pertemuan trilateral antara Indonesia, Timor Loro Sae dan Australia diharapkan dapat membawa kelangsungan bagi hubungan ketiga negara bertetangga dekat tersebut. Pemerintah Indonesia berharap agar pertemuan yang berlansung selama dua jam tersebut tidak hanya sebatas ‘retorika’. “Sebenarnya rencana pembicaraan hubungan kerjasama ini sudah berlangsung sejak tahun 2000 lalu. Tetapi baru teralisasi saat ini. Tapi kami menjamin untuk mendukung pertemuan bersifat trilateral ini,” ujar Wirajuda seusai melakukan pertemuan tertutup dengan Menlu Australia Alexander Downer dan pimpinan pemerintahan transisi PBB di Timor Timur (UNTAET) di Melia Hotel Nusa Dua, Denpasar, Bali, Selasa (26/2). Pertemuan juga diikuti antara lain Menteri Senior urusan Luar Negeri Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timor (UNTAET) Jose Ramos Horta, Pimpinan UNTAET Sergio de Mello, Wakil Perdana Menteri UNTAET Mari Alkatiri serta delegasi lainnya dari ketiga negara. Menurut Menlu Wirajuda fokus pembicaraan adalah Timtim. Hal ini bukan lantaran letak geografisnya bersentuhan langsung antara RI-Australia, namun disebabkan uniknya hubungan ketiga negara ini yaitu menyangkut latar belakang emosi dan sejarahnya. “Karena itu bagaimana mengatur hubungan ketiga negara (triangle) ini tetap terjaga, dan membawa kontribusi dari mekanisme yang akan dibicarakan selanjutnya,” tegasnya. Menyangkut hubungan ketiga negara ini, Wirajuda siap menyambut pertemuan selanjutya ke jenjang yang lebih tinggi menyangkut berbagai hal, seperti kerjasama ekonomi, penanggulangan segala bentuk kejahatan ataupun pembangunan dibidang lainnya. “Indonesia selalu siap membangun hubungan kerjasama. Bukan hanya dengan negara ASEAN tetapi juga negara-negara Asia Pasific. Pernyataan Wirajuda disambut hangat Wakil PM UNTAET Mari Alkatiri. Katanya, tiga negara ini memiliki link yang kuat, baik menyangkut ekonomi mupun politik dan faktor lainnya. Karena itu pertemuan trilateral ini sangat penting artinya terutama tentang dukungan terbentuknya negara Timor Loro Sae pada 20 Mei mendatang. “Selain menyangkut beberapa isu penting yang dibahas, kami juga memerlukan dukungan bagi pebentukan negara East Timor 20 Mei mendatang,” katanya. Downer yang saat itu hadir, sangat mendukung pertemuan selanjutnya untuk menguatkan tekhnik kerjasama antara ketiga negara tersebut. Inti pertemuan tiga negara tersebut yang baru bersifat tahap pembicaraan awal, melakukan inventarisasi permasalahan dan tekhnik kerjasama, untuk selanjutnya dibawa ke pertemuan lanjutan yang lebih tinggi.Pembicaraan awal ini membahas tentang mekanisme penangguangan kejahatan, pengungsi, hubungan luar negeri, kerjasama perdagangan atau ekonomi dan lain sebagainya. Sementara, di luar pertemuan trilateral tersebut Menlu Australia menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi terutama anak-anak dan wanita yang terlibat langsung dalam konflik internal di Indonesia. Bentuk keprihatinanya diwujud dengan memberikan bantuan sebesar AUS$ 8,5 Juta, melalui badan-badan PBB dan dan LSM-LSM. Bantuan lainnya sebesar AUS$ 6,6 juta akan digunakan untuk memulangkan para pengungsi yang kini masih mendiami kamp-kamp pengungsian di NTT. Bantuan ini juga termasuk membantu dana pensiun bekas pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota TNI/Polri di Timtim. Pertemuan di Nusa Dua itu diwarnai penyebaran selebaran bertajuk “Tuntutan Rakyat Timor Barat”. Selebaran dalam bentuk press release itu dikeluarkan Yayasan Peduli Timor Barat . Tuntutan menyangkut masalah Celah Timor serta laut Timor. “Kami tidak pernah ada persoalan dengan Timor Lorosae. Rakyat Timor Barat mendukung sepenuhnya kemerdekaan Timor Lorosae.’’ Dalam pertemuan itu sempat disinggung masalah Celah Timor. Namun, karena menyangkut persoalan tekhnis, tidak dihasilkan keputusan, dan masih akan dibicarakan lebih lanjut pada kesempatan pertemuan berikutnya. Apalagi karena persoalannya sangat berkaitan dengan Timor Loro Sae yang sebentar lagi efektif menjadi negara. Begitu juga menyangkut penetapan Batas Zona Ekonomi Ekslusif. Menlu Hassan Wirajuda, kepada wartawan sesaat sebelum meninggalkan hotel, mengatakan kepada wartawan akan membicarakan maslah garis batas dengan pemerintahan Timor Lorosae. “Bahwa akan terjadi perubahan garus batas itu, bisa saja. Artinya bisa saja bergeser apakah lebih ke utara atau ke selatan. Tergantung negosiasi. Pada dasarnya adalah proyeksi darat dari wilayat Timor Lorosa ke wilayah laut yang akan masuk bagiannya,’’ katanya.
(Alit Kertaraharja/Jalil Hakim)