TEMPO.CO , Yangon -- Presiden Myanmar meminta Barat mencabut sanksi terhadap rezimnya karena telah memenuhi agenda reformasi. Thein Sein, seorang mantan jenderal yang terpilih menjadi presiden tahun lalu, menjelaskan posisinya untuk mencapai demokrasi penuh dengan memungkinkan pemilihan umum yang bebas, membuat kesepakatan damai dengan pemberontak etnis, dan melakukan reformasi ekonomi.
Tapi dia menuntut pengurangan sanksi dari negara-negara Barat yang melarang investasi dan menarget pejabat senior yang terkait dengan militer. Dia mengatakan Myanmar sudah memenuhi tuntutan Barat.
"Ada tiga persyaratan yang diinginkan Barat. Pertama adalah pembebasan tahanan politik. Kedua adalah untuk mengadakan pemilihan umum untuk menyusun parlemen. Ketiga, untuk merangkul Aung San Suu Kyi dan lain-lain untuk berpartisipasi dalam politik kami. Saya optimistis dengan langkah-langkah yang sudah dicapai. Kini giliran Barat melakukan apa yang semestinya mereka lakukan (pada kami)," katanya, dalam wawancara dengan Washington Post. Ini adalah wawancara pertamanya dengan media asing.
Presiden Thein Sein mengatakan dia telah mencapai "pemahaman" dengan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi tentang tahap pemilihan umum yang bebas. "Jika orang-orang memilih, dia akan terpilih dan menjadi anggota parlemen," katanya. "Saya yakin bahwa parlemen akan menyambut hangat dia. Ini rencana kami."
Dia mengisyaratkan Suu Kyi bisa berfungsi sebagai menteri kabinet setelah perubahan keseimbangan dalam parlemen.
Menurutnya, sanksi Barat yang utamanya menyasar para petinggi militer yang pernah berkuasa, tapi dampaknya dirasakan rakyat. "Sekitar seperempat dari Myanmar hidup dalam kemiskinan," katanya. Selama 20 tahun terbebani sanksi, katanya, kepentingan rakyat banyak terabaikan.
Mengomentari wawancara itu, seorang juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi mengatakan terlalu dini untuk mengurangi tekanan sanksi pada pemerintah. "Kami mengakui bahwa reformasi telah dibuat di negeri ini dan kami menyambut reformasi. Namun kami menganggap reformasi belum selesai," kata Nyan Win.
TRIP B | TELEGRAPH
Berita terkait
Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam
29 Januari 2021
Militer Myanmar menuduh pemilu diwarnai kecurangan dan tidak mengesampingkan kemungkinan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi
Baca SelengkapnyaInvestigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya
10 Februari 2018
Dua orang disiksa hingga tewas, sedangkan sisanya, warga Rohingya, ditembak oleh tentara.
Baca SelengkapnyaMiliter Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku
27 September 2017
Militer Myanmar?kembali menemukan 17 jasad umat Hindu?di sebuah kuburan massal di Rakhine dan ARSA dituding sebagai pelakunya.
Baca SelengkapnyaDewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya
26 September 2017
Dewan Keamanan PBB akan bertemu lusa untuk membahas penindasan Rohingya di Myanmar.
Baca SelengkapnyaMyanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine
26 September 2017
Pasukan militer?Myanmar mulai membuka satu persatu?tudingan?kekejaman?oleh?milisi Rohingya atau ARSA.
Baca SelengkapnyaPengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida
25 September 2017
Pengadailan Rakyat Internasional menyimpulkan Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaBangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar
23 September 2017
Kedua jurnalis Myanmar ini berpengalaman bekerja untuk berbagai media internasional.
Baca SelengkapnyaWarga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar
6 September 2017
Sebagian warga Hindu mengungsi ke Banglades dan tinggal berdampingan dengan warga Muslim Rohingya.
Baca SelengkapnyaJet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan
5 September 2017
Satu pesawat tempur militer Myanmar hilang saat melakukan pelatihan penerbangan di wilayah selatan Ayeyarwady.
Baca SelengkapnyaBentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi
27 Agustus 2017
ASEAN mendukung Myanmar dalam proses demokrasi, rekonsiliasi, dan pembangunan di negara tersebut dengan memegang prinsip non-intervensi.
Baca Selengkapnya