TEMPO Interaktif, WASHINGTON--- Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ke Myanmar pada pekan depan dijadwalkan tidak membahas pencabutan sanksi ekonomi. Melainkan untuk membantu Myanmar merawat momentum perubahan di negara itu. "Saya pikir prematur membahas pencabutan sanksi," kata Deputi Nasional Penasihat Keamanan Ben Rhodes kepada wartawan asing, Rabu 23 November 2011.
Gedung Putih sebelumnya mengatakan, kunjungan Clinton ke Myanmar bertujuan mencermati kelanjutan momentum terhadap penghormatan lebih besar di bidang hak asasi manusia, pergerakan reformasi politik, dan mengkritik penghargaan pada kelompok etnis minoritas dalam konteks rekonsiliasi nasional.
Pekan lalu, Clinton mengatakan pencabutan sanksi terhadap Myanmar belum akan dilakukan. Negara ini masih perlu menunjukkan langkah-langkah nyata. "Kami belum mengakhiri pemberian sanksi," kata Clinton kepada Fox News.
Menurut Clinton, pemerintah Myanmar harus membebaskan seluruh tahanan politik. Mereka harus mulai menunjukkan cara menyelesaikan konflik etnis yang mendorong terjadinya pengungsian besar-besaran dari sejumlah etnis di Myanmar.
"Mereka harus memiliki sistem pemilihan umum yang nyata dengan membuka diri kepada berbagai partai politik dan menyatakan pendapatnya secara bebas. Maksud saya, ini yang apa disebut mereka berada pada tahap demokrasi," kata Clinton.
Namun pemimpin gerakan demokrasi di Myanmar, Aung San Suu Kyi, menilai telah terjadi sejumlah respons yang positif dari pemerintah Myanmar. Dan, Suu Kyi menyatakan Liga Nasional untuk Demokrasi, partai politik yang dibidaninya, akan mendaftarkan diri guna mengikuti pemilihan umum mendatang.
Kemarin sejumlah organisasi masyarakat sipil di sejumlah negara ASEAN mengungkapkan kekecewaannya atas putusan yang dibuat oleh para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-19 di Nusa Dua, Bali, pada 17-19 November 2011.
Dalam pernyataan masyarakat sipil yang dikirim via e-mail kepada Tempo kemarin, disebutkan keputusan bulat para pemimpin ASEAN untuk mengabulkan permintaan Myanmar sebagai Ketua ASEAN tahun 2014 dinilai prematur.
Alasannya, pemerintah Myanmar belum juga membebaskan lebih dari 1.600 tahanan politik meski mereka sudah menjanjikannya. Sejak Presiden Thein Sein memerintah delapan bulan lalu, kejahatan terhadap hak asasi manusia di kawasan timur laut Myanmar terus berlanjut. Akibatnya, sedikitnya 112 ribu orang mengungsi meninggalkan rumah mereka di wilayah timur Myanmar.
Lebih dari 20 ribu orang mengungsi akibat tekanan kuat pasukan Myanmar di Negara Bagian Kachin dan Shan. Jumlah pengungsi Myanmar di perbatasan Thailand meningkat dari 145.713 orang menjadi 148.908 orang semasa pemerintahan Sein.
| IRRAWADDY I MARIA RITA