Lee Kwan Yew: Pemerintahan Habibie yang Membuat Kelompok Islam Radikal Muncul
Reporter
Editor
Selasa, 9 Desember 2003 09:40 WIB
TEMPO Interaktif, Singapura:Menteri Senior Singapura Lee Kwan Yew menilai Habibie melakukan kesalahan dengan membalik semua hukum-hukum di masa Soeharto. Akibatnya, kelompok-kelompok Islam radikal yang tadinya tertekan menjadi muncul kembali. "Habibie mengizinkan kelompok-kelompok ini menggunakan slogan-slogan dan simbol-simbol keagamaan untuk kepentingan politik mereka. Sedangkan Soeharto melarang hal tersebut," ujar dia dalam sebuah wawancara dengan Strait Times, Jumat (6/12). Menurut Lee, cara Soeharto menggunakan kekuatan TNI untuk menekan berkembangnya kelompok Islam radikal itu merupakan cara yang paling efektif. Terbukti, dengan keberhasilan penumpasan pemberontakan Darul Islam di tahun 60-an, orang-orang seperti Hambali dan Ba'asyir menjadi tertekan dan keluar dari Indonesia. "Mereka terbang ke Malaysia dan membangun sel-selnya di sana," ujar dia. Pada masa kekuasaan Soeharto, kata Lee, mereka tidak dapat membangun kekuatan mereka di Indonesia. Sehingga akhirnya mereka membangun kekuatan mereka di negara-negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura. Mereka melakukan pelatihan-pelatihan di Filipina, karena pemerintahnya tidak punya kekuatan untuk mengontrol daerah Selatan. Tetapi, tambah Lee, setelah Soeharto jatuh, banyak kelompok Islam radikal kembali ke Indonesia. Data dari internet menunjukkan ada 100 kelompok radikal yang ada di Indonesia dengan ribuan anggota. "Bahkan jika sekalipun pembom Bali sudah tertangkap, itu hanya satu sel dari sekian banyak sel," kata mantan Perdana Menteri Singapura ini. Menurut Lee, pelatihan-pelatihan yang mereka lakukan tidak untuk memukul orang-orang Amerika atau membuat Amerika meninggalkan Saudi Arabia. Lee menilai orang-orang seperti Abu Bakar Ba'asyir dan Hambali hanya ingin membangun kekuatan di Indonesia. "Kalau bisa di seluruh Asia Tenggara," kata dia. Lee mengatakan bahwa dengan tertangkapnya pelaku pengeboman Bali, tidak berarti ancaman terhadap terorisme selesai. Dia juga mengatakan, dengan menyelesaikan masalah Palestina, semua masalah di dunia bukan berarti akan terpecahkan. "Dapatkah kita yakin tidak ada sel lain, bahkan tidak ada sel yang tidur dan sewaktu-waktu bisa aktif kembali?" ujarnya. (Dewi Retno-Tempo News Room)
Berita terkait
PSI Sebut Nama Jokowi Jadi Rebutan usai Tak Dianggap PDIP
1 menit lalu
PSI Sebut Nama Jokowi Jadi Rebutan usai Tak Dianggap PDIP
Ketua DPP PSI, Andre Vincent Wenas, mengatakan nama Presiden Jokowi menjadi rebutan di luar PDIP. PSI pun mengklaim partainya adalah partai Jokowi.