Kenaikan harga BBM yang diberlakukan di Bolivia Minggu lalu telah memicu sejumlah aksi turun ke jalan yang sebagian besar digelar oleh pada pendukung Morales yang merupakan presiden pertama Bolivia yang berasal dari penduduk asli.
Para pengunjuk rasa mengancam untuk kembali menggelar aksi mereka seusai libur tahun baru yang akan melibatkan para pekerja tambang di negara itu.
Dalam pidatonya di televisi selama sekitar 90 menit sebelum tengah malam, Morales mengatakan dirinya telah mendengar suara-suara dari masyarakat dan memutuskan untuk mematuhinya dengan membatalkan dekrit kenaikan harga BBM dan semua yang terkait dengan keputusan.
Pemerintah Bolivia Minggu lalu mengumumkan kenaikan harga BBM sebesar 73 persen, dari 50 sen (Rp 4500) per liter (1.89 dolar AS per galon) menjadi 92 sen (Rp 8284) per liter (3,48 dolar AS per galon) untuk premium.
Harga solar dinaikkan dari 50 sen menjadi 97 sen (Rp 8734) per liter. Harga untuk sejumlah bahan bakar lainnya juga mengalami kenaikan dua kali lipat.
Harga BBM di Bolivia tak mengalami perubahan dalam 6 tahun terakhir dan Wakil Presiden Alvaro Garcia negara telah menghabiskan 380 juta dolar AS per tahun untuk mensubsidi BBM impor yang sebagian besar di antaranya diselundupkan ke sejumlah negara tetangga yang memberlakukan harga lebih tinggi.
Kenaikan tajam itu telah memicu aksi mogok para sopir bus dan taksi yang melumpuhkan transportasi di banyak kota dan aksi turun ke jalan Kamis lalu berakhir dengan kerusuhan yang menimbulkan setidaknya 15 korban luka-luka.
Pemerintahan Morales sempat berusaha mengkompensasikan kenaikan harga BBM itu dengan menaikkan gaji tentara, polisi serta para pekerja kesehatan dan pendidikan sebanyak 20 persen. Pemerintah juga sempat menawarkan bantuan bagi para petani padi, jagung dan gandum.
AP | A. RIJAL