Brasil Tawarkan Suaka untuk Perempuan Iran yang Divonis Mati
Reporter
Editor
Senin, 2 Agustus 2010 14:10 WIB
Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva memberikan sambutan dalam acara penobatan Brazil sebagai tuan rumah piala dunia 2014 di Johannesburg. AFP/GIANLUIGI GUERCI
TEMPO Interaktif, Sao Paulo: Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan suaka kepada Sakineh Mohammadi Ashtiani, perempuan Iran yang menanti ajal di tiang rajam. Langkah Brasil dinilai mengejutkan, karena negara Amerika Latin itu merupakan sekutu utama Iran, di samping Turki.
"Kami akan menyambutnya di sini," kata Da Silva seperti dikutip New York Times, Senin (2/8). Dia mengaku sebagai sahabat Presiden Iran Mahmoud Ahmadenijad, tapi masalah nyawa adalah kuasa Tuhan. "Tidak ada alasan negara mencabut nyawa seseorang," katanya.
"Saya yakin Iran tidak bisa mengacuhkan Brasil," kata Sajad, putra Ashtiani kepada harian Inggris, Guardian. Dia berharap Turki juga melakukan tekanan yang sama. "Dua negara itu dapat menyelamatkan nyawa ibuku," ujarnya.
Ashtani, 43 tahun, diputuskan bersalah karena hubungan luar nikah dengan dua lelaki pada 2006, dan mendapat 99 kali hukum cambuk. Pengadilan kemudian meningkatkan hukumannya karena berhubungan badan dengan orang lain dalam status menikah, dan diganjar rajam, lemparan batu, sampai meninggal.
Matematika politik bisa berlangsung seperti berikut: jika mayoritas keliru, minoritas yang baik dan benar menjadi musuh rakyat. Dalam arti ini, musuh rakyat bermakna positif, dan jika mayoritas semacam ini memenangi pemilihan umum, demokrasi jelas menunjukkan kelemahannya. Plato sudah lama menunjuk demokrasi sebagai kapal berisi orang-orang bodoh, sejak Socrates harus dihukum mati minum racun berdasarkan pemungutan suara dari 501 anggota parlemen Athena pada 399 SM. Dengan ajaran logikanya, Socrates, antara lain, didakwa menista dewa-dewa Yunani.