Pakistan Salahkan AS setelah Serangan Kompleks Sufi Menewaskan 42 Orang
Reporter
Editor
Sabtu, 3 Juli 2010 03:41 WIB
Warga Pakistan berunjuk rasa atas serangan di komplek Data Ganj Baksh, Lahore, Pakistan (3/7). AP/K.M.Chaudary
TEMPO Interaktif, Islamabad - Sebuah serangan bunuh diri kembar yang menewaskan 42 orang di tempat ziarah Sufi paling populer di Pakistan telah membangkitkan kemarahan dan frustrasi Pakistan. Beberapa pihak hari Jumat mengatakan solusi untuk ancaman teror di negara itu adalah AS keluar dari Afganistan.
Sebagian besar dari sekitar dua puluh warga Pakistan yang diwawancarai mengatakan bahwa meskipun ekstremis Islam berada di belakang pembantaian di kompleks Data Darbar di Lahore, akar penyebab kekerasan itu adalah perang Amerika di Afganistan, serangan rudal mereka di wilayah suku Pakistan, dan aliansi dengan Islamabad.
Sentimen itu menggarisbawahi dukungan terhadap AS yang rendah di wilayah itu. Kecemasan terhadap AS mengingat serangan hari Kamis adalah serangan langsung terhadap aliran sufi yang dibenci Taliban dan sekutunya.
"Amerika membunuh Muslim di Afganistan dan di wilayah kesukuan kami, dan militan menyerang Pakistan untuk mengekspresikan kemarahan terhadap pemerintah karena mendukung Amerika," kata Wahid Umar, 25, seorang pengunjung rutin tempat ibadah di Lahore itu.
Qaiser Hameed, dealer mobil di selatan kota Karachi, mengatakan serangan yang terjadi di Pakistan "terkait langsung dengan situasi di Afganistan dan agresi Amerika di sana.
"Harus ada upaya untuk memulai negosiasi dengan semua pemangku kepentingan di Afganistan, khususnya elemen-elemen yang menolak pendudukan Amerika di sana," katanya.
Bahkan mereka yang menyalahkan orang lain melihat tangan Amerika dalam serangan itu. Arifa Moen, 32, seorang guru di Multan, mengatakan Washington "telah mendorong India dan Yahudi untuk melakukan serangan" di Pakistan.
Tempat ibadah yang ditargetkan itu adalah lokasi sufi abad ke 11, Ali bin Usman, yang dikenal sebagai Data Ganj Bakhsh Hajveri, yang bepergian di seluruh wilayah Islam untuk menyebarkan pesan perdamaian dan cinta. Tempat ziarah itu paling dihormati dan populer di negara itu.
Ribuan orang tengah berkumpul di kompleks berkubah hijau itu ketika bom meledak. Ledakan merobek beton dari tembok dan meninggalkan lantai marmer putih dipenuhi dengan darah. AP | EZ