Menurut situs berita Guardian, Selasa (1/6), satu diantara 700 penumpang adalah Henning Mankell, pengarang novel kriminal Wallader. Nama lain yang ikut dalam ekspedisi yang bertujuan menerobos blokade Gaza itu adalah Huwaida Arraf. Lahir di Amerika Serikat dari ayah Israel dan ibu Palestina, Arraf aktif dalam kampanye penolakan aksi militer Israel di Tepi Barat dan Gaza. Dia menumpang di Kapal Challenger.
Di kapal yang sama, terdapat pemenang Nobel Perdamaian Mairead Corrigan-Maguire. Dia adalah satu pendiri Masyarakat Perdamaian Irlandia Utara. Dia juga veteran Gaza Flotilla, ekspedisi pendahulu Freedom Flotilla, yang juga digagalkan Israel. Corrigan-Maguire sempat mendekam di penjara Israel karena keikutsertaannya dalam Gaza Flotilla.
Ada juga jurnalis sekaligus pembuat film dokumenter asal Skotlandia, Hassan Ghani, yang menumpang di Mavi Marmara, kapal asal Turki yang diserang pasukan Israel. Dalam cuplikan di YouTube, terlihat Ghani melaporkan situasi penyerangan untuk PressTV. "Ada dua kapal Angkatan Laut Israel mengapit kami, kami di serang dari segala sisi," katanya. Aktivis lain yang berada di kapal itu adalah Caoimhe Butterly asal Irlandia, yang pada 2002 tertembak akibat menghalangi laju tank Israel di Tepi Barat.
Mavi Marmara, kapal terbesar di ekspedisi itu, juga mengangkut tiga orang penting dari Jerman, yaitu Juru Bicara Kebijakan HAM Annette Groth, anggota komite pertahanan dan kesehatan Inge Hoger, dan profesor hukum publik Norman Paech. Juga ada wartawan tersohor Pakistan, Syed Talat Hussain dari Aaj Television yang bertandem dengan rekan senegaranya, Raza Mahmood Agha.
Diantara 700 relawan Freedom Flotilla, juga ada 12 warga Indonesia. Mereka mewakili tiga organisasi, yaitu Nur Fitri Moeslim Taher, Arief Rachman, Abdillah Onim, Nur Ikhwan Abadi, dan reporter TV One Muhammad Yasin yang mewakili Mer-C; Ferry Nur, Muhendri Muchtar, Okvianto Baharudi, dan Hardjito Warno dari Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina; Dzikrullah Ramudya, Surya Fahrizal dan Santi Soekanto dari media Sahabat Al Aqsha dan Hidayatullah.
REZA M | Guardian