TEMPO Interaktif, BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva menegaskan bahwa pemerintah tak akan menerapkan undang-undang dalam keadaan perang (martial law) guna membubarkan para pengunjuk rasa anti-pemerintah yang sudah melumpuhkan sebagian kota Bangkok selama tujuh pekan. "Pemerintah punya pendekatan yang jelas," katanya, Ahad (2/4).
Hal itu diungkapkan Abhisit susai menggelar rapat darurat guna mengantisipasi ancaman perang saudara menyusul aksi protes massa Kaus Merah yang tak juga kunjung melemah. Dalam pidato di televisi Abhisit mengatakan rapat itu membahas sejumlah aturan main militer dalam mengamankan jalannya aksi unjuk rasa.
"Saya mesti memastikan apakah langkah-langkah ini tepat dan tak menuai akibat yang negatif," tuturnya. Pemerintah berhati-hati setelah sebelumnya terjadi bentrokan hebat antara militer dan massa Kaus Merah yang menewaskan sekitar 27 orang dan melukai nyaris seribu lainnya. Apalagi Kaus Merah mengancam bertekad akan menghadapi gempuran militer.
"Pemerintah mencoba memerangi kami. Dan, jika itu yang pemerintah inginkan, perang sipil akan menjadi kenyataan!" ujar salah seorang pemimpin Kaus Merah Weng Tojirakarn. International Crisis Group (ICG), lembaga pengkaji krisis politik top dunia, pun mewanti-wanti Thailand bakal terjerumus pada perang saudara.
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin membahas cara mengatasi perpecahan politik dengan pendahulunya Prayuth Chan-ocha, arsitek kudeta 2014 terhadap pemerintahan terakhir Partai Pheu Thai.