3 Polemik TikTok di Amerika Serikat
Reporter
Kakak Indra Purnama
Editor
Bram Setiawan
Minggu, 28 April 2024 06:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang dapat melarang TikTok. RUU tersebut disahkan melalui pemungutan suara dengan hasil 352 berbanding 65. Dokumen itu didukung 197 anggota Partai Republik dan 155 anggota Partai Demokrat, dikutip Antara.
Senat Amerika Serikat pada Selasa, 23 April 2024 mengesahkan rancangan undang-undang yang akan melarang penggunaan TikTok bila pemilik media sosial tersebut, ByteDance, tidak menjual sebagian sahamnya (divestasi) ke pihak di luar Cina selama 9-12 bulan sejak undang-undang itu berlaku.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani pengesahan dokumen tersebut menjadi undang-undang pada Rabu, 24 April 2024, bersamaan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken ke Cina pada 24-26 April 2024.
"Saya sendiri dan juru bicara Kementerian Perdagangan sebelumnya telah memperjelas posisi Cina dalam pengesahan UU TikTok oleh parlemen Amerika Serikat. Anda dapat merujuk pernyataan tersebut," kata Menteri Luar Negeri Cina, Wang Wenbin kepada wartawan saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Rabu, 24 April 2024.
TikTok di Amerika Serikat
1. ByteDance Memilih Tutup
ByteDance selaku perusahaan pemilik TikTok memilih untuk menutup aplikasinya yang merugi. Itu daripada menjualnya jika perusahaan Cina ini gagal dengan semua opsi hukum untuk melawan undang-undang yang melarang platform tersebut dari toko aplikasi di Amerika Serikat, menurut sumber Reuters, Jumat, 26 April 2024.
TikTok berbagi algoritma inti yang sama dengan aplikasi domestik ByteDance seperti platform video pendek Douyin, kata tiga sumber. Algoritmanya dianggap lebih baik dibandingkan rival ByteDance seperti Tencent dan Xiaohongshu, kata salah satu dari mereka.
Tak mungkin untuk mendivestasi TikTok dengan algoritmanya karena lisensi kekayaan intelektual mereka terdaftar di bawah ByteDance di Cina. Itu sulit untuk dipisahkan dari perusahaan induknya.
Memisahkan algoritma dari aset TikTok di Amerika akan menjadi prosedur yang sangat rumit dan ByteDance kemungkinan besar tidak akan mempertimbangkan opsi tersebut. ByteDance juga tak akan setuju untuk menjual salah satu asetnya yang paling berharga kepada pesaingnya.
2. Berharap Menang Gugatan
CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan pada Rabu, 24 April 2024, perusahaan media sosial itu berharap untuk memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Joe Biden yang menurutnya akan melarang aplikasi video pendek populernya yang digunakan oleh 170 juta orang Amerika itu.
RUU tersebut, yang disahkan secara mayoritas oleh Senat Amerika pada hari Selasa, 23 April 2024 didorong oleh kekhawatiran yang meluas di kalangan anggota parlemen AS bahwa Cina dapat mengakses data warga Amerika atau menggunakan aplikasi tersebut untuk pengawasan.
3. Khawatir Kebocoran Data di TikTok
Pada Kamis 23 Maret 2024, DPR Amerika Serikat melakukan rapat dengar pendapat yang mengundang CEO TikTok Shou Zi Chew. Selama lima jam Shou Zi Chew menghadapi pertanyaan dari anggota Komisi DPR Amerika terkait keamanan nasional dan kekhawatiran lain atas aplikasi yang digunakan hampir 150 juta warga Amerika.
Ketua DPR Amerika Serikat Kevin McCarthy pada Jumat, 22 Maret 2024 waktu setempat meyakini anggota-anggota DPR akan meloloskan undang-undang yang mengatasi kekhawatiran atas keamanan nasional terkait aplikasi video pendek milik Cina, TikTok.
McCarthy menyatakan pernyataan yang disampaikan Chew dalam dengar pendapat itu amat mengkhawatirkan. "CEO ini tidak dapat memastikan bahwa Cina tidak memata-matai data (TikTok)," kata McCarthy, dikutip dari Antara.
YUDONO YANUAR | ERWIN PRIMA | ANTARA
Pilihan Editor: ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal