Universitas Harvard Dikomplain Diduga Diskriminasi Mahasiswa Muslim
Reporter
Nabiila Azzahra
Editor
Suci Sekarwati
Kamis, 8 Februari 2024 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Hak Sipil Kementerian Pendidikan Amerika Serikat menyelidiki Universitas Harvard pada Selasa, 6 Februari 2024, atau sepekan setelah sekelompok mahasiswa mengajukan komplain kalau universitas tersebut gagal melindungi mereka dari diskriminasi anti-Palestina, anti-muslim dan anti-Arab.
Muslim Legal Fund of America (MLFA) mengajukan komplain atas nama belasan mahasiswa yang identitasnya dirahasiakan. Mereka mengklaim Harvard melanggar hak-hak para mahasiswa di bawah Judul VI Undang-Undang Hak Sipil 1964, yang melindungi individu dari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, atau kebangsaan.
“Kami mendukung pekerjaan Kantor Hak Sipil untuk memastikan hak siswa dalam mengakses program pendidikan dilindungi dan kami akan bekerja sama dengan kantor tersebut untuk menjawab pertanyaan mereka,” kata juru bicara Harvard, Jason Newton, seperti dikutip dari pers mahasiswa Harvard Crimson.
MLFA, yang mengajukan pengaduan pada Januari 2024, mengklaim bahwa para pelajar telah menghadapi intimidasi dan serangan rasis dalam bentuk penyebaran identitas (doxing), penguntitan, dan penyerangan karena mereka adalah warga Palestina, muslim, dan pendukung hak-hak Palestina.
Kelompok tersebut juga mengatakan beberapa pelajar menjadi sasaran penyerangan karena mereka mengenakan keffiyeh, syal tradisional Palestina. Staf Pengacara Senior Litigasi Sipil MLFA Chelsea Glover memuji tindakan cepat Kementerian Pendidikan Amerika Serikat dalam menindaklanjuti komplain ini.
“Ketika mahasiswa Harvard diganggu dan identitasnya disebar oleh rekan-rekan mereka dan pihak lain selama berbulan-bulan, pejabat Harvard mengesampingkan mereka dan malah bertemu dengan donor dan alumni terkemuka yang mendorong pelecehan dan doxing terhadap mahasiswa tersebut,” kata Glover.
MLFA mengatakan dalam beberapa bulan terakhir, para mahasiswa mengalami intimidasi saat menghadiri aksi bakar lilin atau vigil untuk Palestina, penyerangan fisik saat berjalan ke perpustakaan, doxing di kampus, penguntitan oleh teman sekelas, hingga profil rasial yang dilakukan oleh para profesor di Harvard. Mahasiswa yang melaporkan pelecehan tersebut kepada administrator Harvard menerima tanggapan yang lambat dan tidak efektif, serta beberapa kali mendapat ancaman terhadap peluang akademis mereka di masa depan.
ANADOLU
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Miss Japan Pacaran Pria Beristri, Anak Menteri Israel Ejek Biden
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini