Peneliti Kampus Singapura Prediksi Nasib Indonesia Jika Prabowo Jadi Presiden

Sabtu, 3 Februari 2024 12:26 WIB

Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengajak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto makan di warung bakso di Bandongan, Magelang, Jawa Tengah, Senin, 29 Januari 2024. Keduanya diketahui baru meresmikan Graha Utama Akademi Militer Magelang. Tim Media Prabowo Subianto

TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) – Yusof Ishak Institute di Singapura, Ian Wilson, memprediksi nasib Indonesia jika calon presiden nomor dua Prabowo Subianto menang pemilihan umum pada 14 Februari mendatang. Menurutnya, ada kemungkinan pemilu ini merupakan akhir dari semua pemilu di Indonesia.

Analisisnya dibuat dengan latar belakang “kemerosotan demokrasi” di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Wilson mencoba menelaah bagaimana demokrasi elektoral akan berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo.

Dalam artikel tersebut, Wilson mencatat Prabowo telah lama menunjukkan keengganan terhadap pemilu langsung. “Sejak lama, Prabowo menolak apa yang ia sebut sebagai dampak korosif dari bentuk-bentuk kompetisi demokrasi “impor”, termasuk pemilu langsung,” tulisnya.

Dia menyoroti posisi Partai Gerindra — yang diketuai Prabowo — yaitu mendukung kembalinya Indonesia ke sistem berdasarkan UUD 1945 yang asli. Hal ini berarti pembatalan amandemen konstitusi yang dibuat antara 1999 – 2002 yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia dan batasan masa jabatan presiden (dua periode dengan lima tahun per periode).

“Gerindra sudah jelas, perjuangan kami kembali ke UUU ‘45 yang asli,” kata Prabowo ketika ditemui di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Saat itu, ucapan tersebut dia sampaikan saat ditanya pandangannya ihwal rencana MPR melakukan amandemen terbatas UUD 1945, yakni untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Prabowo mengatakan UUD 1945 bisa diberi penambahan atau adendum-adendum perbaikan. Namun dia berujar Gerindra ingin batang tubuh UUD 1945 kembali terlebih dulu.

Menurut Wilson, sikap Prabowo dan Gerindra lebih dari sekadar retorik. Hal ini terbukti dengan langkahnya pada 2014 setelah kalah dari Jokowi, yaitu memimpin koalisi parlemen multipartai untuk mengesahkan RUU Pemilu yang memungkinkan penunjukan kepala daerah, termasuk gubernur oleh parlemen.

Manuver itu mendapat reaksi keras dari masyarakat sebelum akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memulihkan pemilu langsung melalui dua dekrit presiden di bulan-bulan terakhir masa jabatannya.

Peneliti yang berfokus pada politik Indonesia dan gerakan sosial di Asia Tenggara ini juga menyoroti intrik elite di Indonesia untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan mengurangi pemilu.

“Hal ini diperburuk dengan ambisi Jokowi untuk mengonsolidasikan dan melanggengkan warisannya,” ujar dia.

Kampanye Prabowo 2024 "tidak terlalu autokratik"

Wilson menilai kampanye Prabowo tahun ini “tidak terlalu autokratik” dibandingkan pada 2014 dan 2019, saat ia dua kali kalah dari Jokowi. Setelah mencoba peruntungan dengan calon wakil presiden Hatta Rajasa dan kemudian Sandiaga Uno, kali ini Prabowo mencalonkan diri dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

“Rebrand Prabowo pada 2024 tidak hanya berdasarkan citra dan kepribadian, tetapi juga bersifat politis, sebagai respons terhadap perubahan lanskap di mana dukungan publik terhadap demokrasi masih tetap tinggi,” kata Wilson dalam sebuah artikel komentar yang pertama kali muncul di blog ISEAS, Fulcrum, pada 30 Januari 2024.

Hal ini terjadi bahkan ketika demokrasi telah “dilubangi secara substansial di bawah kepemimpinan presiden yang populer”. Peniliti tersebut menilai autokrasi konstitusional seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 tidak diperlukan lagi bagi Prabowo pada Pilpres 2024 untuk mengonsolidasi dan mempertahankan kekuasaan.

“Lebih jauh lagi, mengungkapkan kecenderungan autokratik semacam itu berisiko, karena hal itu akan memicu reaksi balik dan memberikan peluang bagi para pesaingnya untuk mengkritiknya atau mengambil sikap populis,” tulis Wilson.

Dia melanjutkan, “Hal ini tidak berarti bahwa Prabowo telah meninggalkan tujuan ideologisnya yang lebih luas, namun ia kembali mengkalibrasi ulang strateginya, menggunakan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama.”

Posisi partai-partai lain

Advertising
Advertising

Selain Prabowo dan partainya, Wilson juga membahas posisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung pasangan calon nomor satu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung paslon nomor tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD tentang pemilu langsung.

PKB sebelumnya telah mendorong penunjukan gubernur oleh DPRD, sebuah usulan yang didukung oleh PDIP. Di sisi lain, usulan bahwa gubernur ditunjuk oleh presiden alih-alih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) tertuang dalam RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dan didukung oleh Gerindra.

“Penyempitan ruang kontestasi politik, seperti kembalinya sistem pemungutan suara daftar tertutup atau penunjukan pemimpin daerah oleh parlemen, akan menutup kemungkinan munculnya pihak luar yang disruptif untuk memperebutkan jabatan gubernur atau legislatif,” tulis Wilson.

Hal ini, kata dia, akan sangat merugikan sektor-sektor masyarakat sipil yang tidak memiliki ikatan atau manfaat terhadap elite politik yang akan menghadapi hambatan lebih besar dalam partisipasi pemilu dan kerentanan terhadap penindasan.

“Seperti yang telah kita lihat selama dekade terakhir, hanya sedikit orang yang tetap berkomitmen untuk menjadi oposisi yang efektif – sebuah peran yang memiliki risiko, seperti kriminalisasi yang ditargetkan,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia menilai kepemimpinan Prabowo sebagai presiden mungkin akan memperluas pendekatan pemerintahan “tanpa oposisi”. “

Logika dari pendekatan ini, yang sudah dianut oleh Jokowi, adalah untuk menghilangkan oposisi di parlemen dan membatasi munculnya basis kekuatan yang saling bersaing,” kata dia.

Menurutnya, hal itu dilakukan bukan dengan represi terang-terangan, melainkan dengan kooptasi ke dalam koalisi besar yang berkuasa yang dikelola melalui negosiasi dan kesepakatan antar-elite. Wilson mengutip Prabowo yang sempat mengatakan bahwa ia bermaksud untuk melibatkan “semua pihak” dalam pemerintahan di masa depan.

“Hal ini mirip dengan model yang berbasis “musyawarah” integralis, seperti yang diharapkan dalam UUD 1945, dan berfungsi untuk lebih memperkuat kekuasaan eksekutif,” tuturnya.

Dalam skenario seperti itu, dia menilai proses inti demokrasi seperti pemilu dapat dipertahankan meski dalam skala yang lebih kecil. Potensinya untuk menghasilkan perubahan substantif sebagian besar hilang, dan proses tersebut dinilai akan terus memberi legitimasi terhadap status quo.

“Jika Prabowo dapat mempertahankan popularitasnya seperti yang dilakukan Jokowi, ia mungkin akan merasa berani untuk menunjukkan kekuatan otoriternya dan sekali lagi mendorong pembatalan amandemen konstitusi pasca-1999 dan diakhirinya pemilihan langsung,” tulis Wilson, menyimpulkan argumennya.

Pilihan Editor:

NABIILA AZZAHRA

Berita terkait

Pansel KPK Diumumkan Bulan Ini, Akademisi Bilang Harus Diisi Orang-orang Kredibel

49 menit lalu

Pansel KPK Diumumkan Bulan Ini, Akademisi Bilang Harus Diisi Orang-orang Kredibel

Akademisi menyarankan proses seleksi calon pimpinan KPK diperketat menyusul kasus yang menjerat mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Selengkapnya

Gerindra Akan Umumkan Nama Calon untuk Pilgub Jakarta Bulan Depan

49 menit lalu

Gerindra Akan Umumkan Nama Calon untuk Pilgub Jakarta Bulan Depan

Partai Gerindra mengakui kesiapan partainya menuju gelaran Pilgub Jakarta.

Baca Selengkapnya

5 Negara dengan Tingkat Urbanisasi Paling Tinggi di Asia, Indonesia Termasuk?

1 jam lalu

5 Negara dengan Tingkat Urbanisasi Paling Tinggi di Asia, Indonesia Termasuk?

Urbanisasi menjadi penentu zaman ketika lebih dari separuh populasi dunia kini tinggal di perkotaan.

Baca Selengkapnya

Gerindra Sebut Wacana Presidential Club Prabowo Dibahas Dalam Waktu Dekat

1 jam lalu

Gerindra Sebut Wacana Presidential Club Prabowo Dibahas Dalam Waktu Dekat

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengungkap pembahasan Presidential Club usulan Prabowo akan dilakukan dalam waktu dekat.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

2 jam lalu

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

Deklarasi Ganjar menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo bisa jadi merupakan penegasan arah politik PDIP.

Baca Selengkapnya

Gerindra Jawab Kritik Ganjar Soal Politik Akomodasi dalam Wacana Penambahan Kementerian

2 jam lalu

Gerindra Jawab Kritik Ganjar Soal Politik Akomodasi dalam Wacana Penambahan Kementerian

Gerindra menanggapi kritik Ganjar Pranowo soal adanya politik akomodasi jika kabinet Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian.

Baca Selengkapnya

Alasan Partai Gelora Tolak PKS, Fahri Hamzah: Sebab ini Bukan Arisan

2 jam lalu

Alasan Partai Gelora Tolak PKS, Fahri Hamzah: Sebab ini Bukan Arisan

Sebelumnya Partai Gelora kencang menyuarakan penolakan PKS merapat ke Prabowo.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Jokowi Bisa Cawe-cawe di Pilkada jika Berkongsi dengan Prabowo

3 jam lalu

Pakar Sebut Jokowi Bisa Cawe-cawe di Pilkada jika Berkongsi dengan Prabowo

Analisis pengamat apakah Jokowi masih akan cawe-cawe di pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Pakar Minta Makan Siang Gratis Disediakan Rutin, Senin sampai Jumat

3 jam lalu

Pakar Minta Makan Siang Gratis Disediakan Rutin, Senin sampai Jumat

Pakar mendorong pemerintah menyalurkan makan siang gratis sebanyak lima kali per minggu kepada anak-anak secara rutin

Baca Selengkapnya

Gerindra Sebut Prabowo Telah Kantongi Nama Cagub Jakarta dari Internal

4 jam lalu

Gerindra Sebut Prabowo Telah Kantongi Nama Cagub Jakarta dari Internal

Prabowo Subianto telah mengantongi nama kader dari Partai Gerindra untuk maju dalam gelaran Pilgub DKI Jakarta November mendatang.

Baca Selengkapnya