Indonesia Dinilai Belum Layak Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Ini Alasannya

Rabu, 11 Oktober 2023 10:35 WIB

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pidato di Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin, 27 Februari 2023. Dok: Kementerian Luar Negeri

TEMPO.CO, Jakarta -Indonesia kembali terpilih sebagai anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan HAM PBB) periode 2023 – 2026.

Indonesia terpilih dengan perolehan suara 186 dari 192 dalam pemilihan yang digelar di New York, Amerika Serikat pada Selasa 10 Oktober 2023.

Meski demikian, organisasi masyarakat sipil sebelumnya menilai Indonesia belum layak untuk keanggotaan itu, karena masih banyak komitmen yang perlu dilakukan.

Komitmen tersebut dilihat dari rekomendasi Universal Periodic Review (UPR), tinjauan berkala terhadap catatan HAM di 193 negara anggota PBB.

Tinjauan didasarkan pada Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, instrumen HAM suatu negara, janji dan komitmen sukarela yang dibuat oleh negara termasuk ketika mengajukan pencalonan ke Dewan HAM, dan hukum humaniter internasional yang berlaku.

Dari 269 rekomendasi yang diberikan perwakilan negara-negara anggota di Sidang UPR putaran keempat pada 9 November 2022 di Jenewa, Swiss, sebanyak 55 rekomendasi ditolak secara halus dengan catatan “noted”, 5 rekomendasi didukung secara parsial, dan 210 rekomendasi didukung penuh oleh pemerintah Indonesia.

Sebagai salah satu organisasi dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk UPR, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat bahwa ada tiga isu tingkat tinggi yang masih perlu mendapat perhatian dan komitmen Indonesia.

“Jadi, ada tiga dimensi isu high-level yang kami lihat masih belum ada komitmen menyeluruh dari Indonesia dalam perhelatan proses UPR,” kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya kepada Tempo pada Senin, 9 Oktober 2023.

Ketiga isu tersebut adalah izin terhadap Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk melakukan kunjungan dan investigasi di Papua, hukum pidana mati, dan ratifikasi instrumen HAM.

Izin Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk investigasi di Papua

Advertising
Advertising

Sebanyak tujuh negara, mulai dari Vanuatu hingga Amerika Serikat, mengajukan rekomendasi di UPR tahun lalu agar Indonesia melakukan investigasi di Papua terhadap dugaan pelanggaran HAM dan pembunuhan di luar hukum.

Total sembilan negara mengungkapkan kekhawatiran terhadap situasi Papua, menyerukan dalam rekomendasinya pencegahan impunitas, izin kunjungan dan investigasi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, hingga kebebasan berkumpul dan berpendapat.

“Indonesia justru ragu atau tidak mau memberikan satu ruang terhadap otoritas dari PBB, terutama dari Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk melakukan investigasi dan kunjungan terkait dengan situasi yang ada di Papua,” ujar Dimas.

Hukuman pidana mati

Abolisi atau penghapusan hukuman mati menjadi salah satu isu level tinggi yang menjadi perhatian organisasi masyarakat sipil. Sebanyak 29 negara di UPR tahun lalu memberikan rekomendasi agar Indonesia menghapus atau menerapkan moratorium terhadap hukuman mati.

Setelah rekomendasi tersebut, pemerintah Indonesia merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga hukuman mati menjadi pidana alternatif dengan kemungkinan tinggi atas keringanan. Namun, bentuk hukuman tersebut tetap menjadi bagian dari hukum positif Indonesia hingga sekarang.

“Menurut kami, ini menjadi satu cara pengabaian tanggung jawab menyeluruh dari negara untuk melakukan penghapusan hukuman mati sepenuhnya,” kata Dimas.

Meski belum mencapai abolisi sepenuhnya, hasil monitor KontraS menunjukkan bahwa belum ada satu pun eksekusi terpidana mati yang dilakukan Indonesia sejak 2016.

“Ini merupakan satu langkah yang menurut saya juga harus dibarengi perbaikan di level norma legislasi sehingga pidana mati tidak ada lagi dalam sistem peradilan,” sambungnya.

Ratifikasi instrumen HAM

Indonesia telah meratifikasi 8 dari 9 instrumen inti HAM. Tetapi, proses ratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa (ICPPED) yang direkomendasi oleh 11 negara di UPR tahun lalu belum rampung. Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf pada Juni lalu menyampaikan harapannya agar ratifikasi bisa dilakukan pada 2024.

Sama halnya dengan ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan (OPCAT) yang menjadi rekomendasi 17 negara di UPR dan kerap kali diserukan oleh Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan karena tingginya angka laporan penyiksaan dalam dua tahun terakhir.

Indonesia masih belum meratifikasinya hingga sekarang.

Rekomendasi untuk meratifikasi instrumen lain yaitu Statuta Roma dan Konvensi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) 189 masih dipertimbangkan, berdasarkan laporan nasional yang disampaikan ke PBB pada November 2022 lalu.

Begitu juga dengan beberapa Protokol Opsional yaitu untuk Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (OP ICESCR); Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (OP ICCPR); dan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (OP CEDAW).

Berita terkait

Mei Bulan Reformasi: Kapan #ReformasiDikorupsi Mulai Muncul, Apa Pencetusnya?

4 jam lalu

Mei Bulan Reformasi: Kapan #ReformasiDikorupsi Mulai Muncul, Apa Pencetusnya?

Mei menjadi bulan lahirnya era reformasi, tepatnya pada 1998. Hingga viral #ReformasiDikorupsi, peristiwa apa yang mencetusnya muncul?

Baca Selengkapnya

Tingkat Perekonomian Indonesia Turun, Ada Dampak dari Perlambatan di Cina

7 jam lalu

Tingkat Perekonomian Indonesia Turun, Ada Dampak dari Perlambatan di Cina

Perlambatan perekonomian di Cina memberi dampak ke Indonesia. Sebab sasaran pasar terbesar untuk kegiatan ekspor komoditas alam berada di Cina

Baca Selengkapnya

Freeport Indonesia, Kritik Pengamat Ekonomi UGM hingga Perpanjangan Kontrak

16 jam lalu

Freeport Indonesia, Kritik Pengamat Ekonomi UGM hingga Perpanjangan Kontrak

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengkritik perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia

Baca Selengkapnya

Kepala Operasi Damai Cartenz Bantah Tutup Akses Lembaga HAM ke Papua

1 hari lalu

Kepala Operasi Damai Cartenz Bantah Tutup Akses Lembaga HAM ke Papua

Kepala Operasi Damai Cartenz membantah tudingan KKB yang menyatakan pemerintah Indonesia menutup akses lembaga HAM ke Papua.

Baca Selengkapnya

Kepala Operasi Damai Cartenz Minta KKB Buktikan Tudingan Serangan Udara hingga Bakar 3 Rumah di Pogapa

1 hari lalu

Kepala Operasi Damai Cartenz Minta KKB Buktikan Tudingan Serangan Udara hingga Bakar 3 Rumah di Pogapa

Kepala Operasi Damai Cartenz, Kombes Faizal Ramadhani, mengatakan TPNPB-OPM harus membuktikan tudingan tentang serangan udara ke Kampung Pogapa.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Melalui PMN Berhasil Terangi Lima Kampung di Keerom, Papua

1 hari lalu

Pemerintah Melalui PMN Berhasil Terangi Lima Kampung di Keerom, Papua

PT PLN (Persero) berhasil menghadirkan listrik 24 jam untuk Kampung Banda, Kampung Pund, Kampung Ampas, Distrik Waris, Kampung Skofro dan Kampung Uskuwar, di Kabupaten Keerom, Papua.

Baca Selengkapnya

Indonesia-Kazakhstan Segera Rampungkan Perjanjian Kerja Sama Promosi dan Perlindungan Investasi

1 hari lalu

Indonesia-Kazakhstan Segera Rampungkan Perjanjian Kerja Sama Promosi dan Perlindungan Investasi

Pemerintah Indonesia dan Kazakhstan merencanakan kelanjutan proses negoisasi terkait promosi dan investasi pada Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Adu Tembak Aparat dan TPNPB di Pogapa: Polda Papua Sebut Warga Berlindung di Hutan, Bukan Mengungsi

2 hari lalu

Adu Tembak Aparat dan TPNPB di Pogapa: Polda Papua Sebut Warga Berlindung di Hutan, Bukan Mengungsi

Polda Papua membantah warga di Kampung Pogapa mengungsi akibat kontak senjata antara TNI-Polri dan TPNPB.

Baca Selengkapnya

Mengapa Aurora Tidak Terlihat di Wilayah Indonesia?

2 hari lalu

Mengapa Aurora Tidak Terlihat di Wilayah Indonesia?

Kemungkinan terjadinya aurora di langit Indonesia sangat rendah karena berada di sekitar khatulistiwa,

Baca Selengkapnya

Ibu Kota Nusantara, Wajah Baru Indonesia Menyongsong Era Global

2 hari lalu

Ibu Kota Nusantara, Wajah Baru Indonesia Menyongsong Era Global

Pembangunan tahap pertama IKN Nusantara mencapai 80,82 persen. Klaster pendidikan untuk mendukung kebutuhan pertumbuhan dan inovasi dalam klaster ekonomi di masa depan.

Baca Selengkapnya