Keluarkan Laporan Ham Tahunan, AS: Bukan untuk Mempermalukan, Justru Sebaliknya
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Jumat, 24 Maret 2023 14:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan ‘2022 Country Reports on Human Rights Practices’ yang mencakup 198 negara dan wilayah yang menerima bantuan. Itu juga termasuk semua negara anggota PBB sampai Kongres AS sesuai dengan Undang-Undang Bantuan Asing tahun 1961 dan Undang-Undang Perdagangan tahun 1974.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat memberikan pengarahan di Washington pada Senin mengatakan laporan tersebut memperjelas bahwa, pada 2022, di negara-negara di setiap kawasan, Washington terus melihat kemunduran dalam kondisi hak asasi manusia – penutupan ruang sipil, hingga tidak menghormati martabat manusia yang mendasar.
“Tujuan laporan ini bukan untuk menguliahi atau mempermalukan. Sebaliknya, itu untuk menyediakan sumber daya bagi individu-individu yang bekerja di seluruh dunia untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat manusia ketika berada di bawah ancaman dalam banyak hal,” kata Blinken.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah belum membalas pesan Tempo yang dikirim melalui pesan singkat, ihwal laporan yang dikeluarkan Washington ini.
Dalam rangkumannya, laporan terkait HAM Indonesia yang dibuat AS mengangkat masalah hak asasi manusia signifikan lain seperti pembatasan serius terhadap kebebasan berekspresi dan media, termasuk penangkapan atau penuntutan jurnalis yang tidak dapat dibenarkan, penyensoran, dan penggunaan undang-undang pencemaran nama baik.
Kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menargetkan anggota kelompok minoritas ras, etnis, dan agama; hingga kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang-orang lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, atau interseks juga menjadi perhatian.
Dalam catatannya soal rekam jejak HAM Indonesia selama 2022, AS menyoroti kasus pembunuhan berencana yang didalangi oleh Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, hingga konflik bersenjata dengan separatis di Papua.
Menurut laporan itu, dalam kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum oleh pejabat pemerintah, polisi dan militer seringkali tidak melakukan investigasi. Ketika mereka melakukannya, mereka gagal mengungkapkan temuan investigasi internal tersebut.
Catatan itu merujuk pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang menghitung 16 kematian dalam 50 kasus dugaan penyiksaan dan penganiayaan lain oleh aparat keamanan yang diselidikinya dari Mei 2021 hingga Juni 2022.<!--more-->
Kasus Ferdy Sambo
Washington kemudian melihat kasus bekas Perwira Tinggi Polri Ferdy Sambo dan skenario yang dibuatnya untuk membunuh ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. “LSM dan akademisi menyatakan keraguan bahwa penyelidikan akan mencakup semua aktivitas ilegal Sambo, yang mereka yakini telah disetujui di tingkat yang lebih tinggi,” katanya.
Kasus Tragedi Kanjuruhan
Amerika Serikat juga merujuk laporan yang menduga polisi menggunakan kekuatan berlebihan setidaknya dalam 118 kejadian, dengan contoh tragedi kanjuruhan pada Oktober lalu. Polisi menembakkan setidaknya 11 putaran gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan, Malang, sebagai bentuk pengendalian massa setelah pertandingan sepak bola.
Konflik Papua
Laporan itu juga mengelaborasi soal Papua di butir ‘Pelanggaran terkait Konflik’. AS menyebut Pemerintah RI berusaha untuk menekan gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) terutama melalui kehadiran militer dan polisi yang besar, dan melalui status “otonomi khusus” yang diberikan kepada wilayah tersebut pada 2002 dan direvisi pada 2021. OPM melakukan ratusan serangan pada pejabat pemerintah hingga sipil sejak 1970-an.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Kasus Ferdy Sambo: Diberitakan Media Asing hingga Masuk Laporan HAM Tahunan AS