Sebagian Prajurit Cadangan Israel Tolak Perintah Jika Perombakan Peradilan Lolos
Reporter
Tempo.co
Editor
Ida Rosdalina
Jumat, 24 Maret 2023 09:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang perwira intelijen senior Israel yang menghabiskan 28 tahun sebagai seorang prajurit cadangan, yang kadang-kadang meninggalkan keluarganya pada saat itu juga untuk pergi bertugas mengawasi proyek-proyek rahasia karena cinta untuk negaranya. Sekarang, dia telah berubah pikiran.
"Saya sudah mengatakan kepada angkatan bersenjata bahwa jika reformasi peradilan disahkan (di parlemen), saya tidak akan terus datang," kata Kolonel N kepada Reuters, meminta untuk tidak disebutkan lebih lanjut. "Saya mengerti bahwa saya akan menghadapi konsekuensinya, tetapi saya pikir itu adalah hal yang benar untuk dilakukan."
Protes massa telah mencengkeram Israel atas rencana perombakan peradilan yang akan memberi pemerintah nasionalis sayap kanan kekuasaan yang menentukan dalam memilih hakim dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang. Para pengkritik mengatakan reformasi itu akan melemahkan demokrasi Israel dan memberikan kekuatan tak terkendali kepada pemerintah manapun.
Dalam sebuah surat yang diedarkan kepada media Israel, Minggu, ratusan pemrotes yang menyatakan diri mereka sebagai pasukan cadangan relawan mengatakan mereka kini menolak panggilan tugas sebagai tanggapan atas undang-undang yang sedang digodok.
Meningkatnya jumlah tentara cadangan yang menyatakan bahwa mereka mungkin menolak untuk melatih atau bertugas menegaskan perpecahan mendalam akibat rencana perombakan peradilan di Israel, di mana militer memegang tempat suci dalam masyarakat.
Sebagian besar orang Israel wajib militer selama dua hingga tiga tahun, dan beberapa terus menjadi tentara cadangan hingga usia paruh baya. Meskipun pasukan cadangan telah membantu Israel menang dalam serangkaian perang, tentara baru-baru ini mengandalkan pasukan tetap.
Tetapi pasukan cadangan dipandang sangat berharga bagi angkatan bersenjata mengingat kedewasaan dan keterampilan mereka yang diperoleh. Mereka dapat dihukum karena mengabaikan panggilan, meskipun hal ini jarang terjadi.
Para pemimpin pemerintah mengatakan dinas militer yang menolak adalah
“Tidak ada tempat bagi yang menolak mengabdi,” kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam konferensi pers, Kamis. “Penolakan membahayakan keamanan nasional kita dan keamanan pribadi kita masing-masing.”
Israel menghadapi entitas musuh di beberapa front. Telah terjadi gejolak pertempuran secara berkala dengan Jalur Gaza yang dikuasai pejuang Palestina. Kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel telah melonjak selama setahun terakhir karena Israel telah meningkatkan serangan sebagai tanggapan atas serentetan serangan mematikan Palestina.
Tetapi beberapa prajurit cadangan mengatakan bahwa jika pemerintah selanjutnya dapat mengabaikan pengawasan yudisial, mereka kemungkinan dipaksa untuk memilih antara mematuhi perintah untuk mengambil bagian dalam operasi militer dan mengindahkan keputusan hukum yang menentangnya.
<!--more-->Kolonel N mengatakan dia telah berada dalam banyak situasi ketika pejabat negara lebih menyukai serangan udara atau serangan darat terhadap sasaran militan Palestina tetapi pengadilan memblokirnya dengan alasan bahwa ancaman keamanan tidak terbukti. Warga sipil sering terbunuh atau terluka dalam serangan semacam itu.
Dia khawatir pengawasan yudisial seperti itu di masa depan akan diabaikan dan "(Saya) tidak ingin berada di sana saat itu terjadi". Dia menambahkan: "Sebuah reformasi yang memungkinkan untuk mengabaikan nasihat hukum, dan memilih hakim yang patuh, akan mengakibatkan pelanggaran hukum secara permanen."
Kerusakan yang Besar
Para pakar memperingatkan bahwa tentara Israel dapat dilemahkan oleh para prajurit cadangan yang menolak panggilan tugas.
"Ini jelas menimbulkan kerusakan besar pada kemampuan dan kapasitas pasukan Israel," kata Israel Ziv, pensiunan mayor jenderal dan mantan kepala operasi militer, kepada Reuters. Dia mengatakan dia mengharapkan sebagian besar pasukan cadangan akan bertugas dalam keadaan darurat tetapi bahkan latihan militer yang hilang dapat mengikis "kemampuan untuk berfungsi" militer.
Para cadangan angkatan udara Israel diwajibkan untuk terbang setidaknya sekali dalam seminggu untuk mempertahankan kesiapan operasional, namun sebagai relawan, dengan tidak ada kewajiban menghadiri latihan.
Kolonel E, seorang pilot pesawat tempur F-16, mengatakan bahwa bertugas di angkatan udara bukan hanya pekerjaan tetapi lebih terjalin ke dalam seluruh identitas patriotik dan kehidupan pribadinya, namun dia tidak dapat terbang jika pengawasan yudisial dilanggar.
“Tidak ada yang saya inginkan selain terbang (tetapi ini) jauh lebih besar dari apa yang saya lakukan dan lebih besar dari apa yang dilakukan skuadron saya – ini tentang identitas negara kita,” kata Kolonel E.
"Ini berdampak pada saya di kokpit. Saya perlu tahu bahwa negara Yahudi dan demokrasi akan terpenuhi sepenuhnya dan tanpa itu saya tidak bisa terbang," katanya kepada Reuters.
Undang-undang militer Israel mewajibkan perwira dan tentara untuk menolak perintah yang dinyatakan pengadilan melanggar hukum, dan para ahli militer memperingatkan perombakan peradilan dapat menempatkan mereka di situasi paling sulit.
Namun, tidak semua cadangan yang memprotes setuju bahwa penolakan untuk mengabdi pantas dilakukan pada tahap ini.
“Bagaimana pun kami tidak menyerukan orang untuk berhenti menjadi cadangan karena kami belum hidup dalam sebuah kediktatoran,” kata juru bicara untuk Brothers in Arms, sebuah gerakan protes para tentara cadangan.
REUTERS
Pilihan Editor: TikTok Dicecar DPR AS, Hubungan AS-China Makin Panas