Profil Emmanuel Macron, Presiden Prancis yang Paksa Reformasi Pensiun Tanpa Persetujuan Parlemen
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Minggu, 19 Maret 2023 08:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Prancis sedang dilanda huru-hara setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron memutuskan untuk mendorong reformasi pensiun tanpa pemungutan suara parlemen.
“Maju tanpa pemungutan suara adalah penyangkalan terhadap demokrasi. Penyangkalan total atas apa yang telah terjadi di jalanan selama beberapa minggu", kata Nathalie Alquier, psikolog berusia 52 tahun, di Paris.
Perombakan tersebut menaikkan usia pensiun di Prancis dua tahun menjadi 64 tahun, yang menurut pemerintah penting untuk memastikan sistem tidak bangkrut. Serikat pekerja, dan sebagian besar pemilih, menolak usulan ini.
Prancis sangat terikat untuk mempertahankan usia pensiun resmi pada 62, yang termasuk yang terendah di negara-negara OECD.
Jajak pendapat Toluna Harris Interactive untuk radio RTL menunjukkan lebih dari delapan dari 10 orang tidak senang dengan keputusan pemerintah untuk melewatkan pemungutan suara di parlemen. Sementara 65 persen lainnya menginginkan pemogokan dan protes berlanjut.
Aliansi serikat-serikat utama pekerja Prancis mengatakan mereka akan melanjutkan mobilisasi mereka untuk memaksa pembatalan kebijakan.
Anggota parlemen oposisi sayap kiri dan tengah mengajukan mosi tidak percaya di parlemen pada Jumat petang. Namun, meskipun Macron kehilangan mayoritas mutlaknya di majelis rendah parlemen dalam pemilihan tahun lalu, ada sedikit kemungkinan hal ini akan terjadi.
Para pemimpin partai konservatif Les Republicains (LR) tak ada yang mendukung mosi tidak percaya yang diajukan pada Jumat. Sayap kanan diperkirakan akan mengajukan lagi di kemudian hari.
"Sejauh ini, pemerintah Prancis biasanya menang dalam mosi tidak percaya seperti itu," kata kepala ekonom Berenberg Holger Schmieding.
Pemungutan suara di parlemen kemungkinan akan berlangsung selama akhir pekan atau pada Senin.
Profil Macron, Presiden Termuda setelah Bonaparte<!--more-->
Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron atau yang lebih populer dengan sebutan Emmanuel Macron adalah seorang politisi penting Perancis yang saat ini tengah duduk sebagai Presiden Prancis. Pria kelahiran 21 Desember 1977 ini terpilih dalam pemilihan presiden (pilpres) Perancis pada 2017. Emmanuel dinobatkan sebagai presiden termuda, setelah Napoleon Bonaparte, sepanjang sejarah kepemimpinan presiden di Prancis.
Bakat berpolitik seorang Emmanuel sudah tampak sejak usia belia, dengan Emmanuel menunjukkan ketertarikan di bidang politik, sastra, dan teater. Sebagaimana dikutip dari starsunfolded.com, pendidikan dasarnya Emmanuel tempuh di sekolah Jesuit school La Providence.
Kemudian, Macron menempuh Pendidikan menengahnya di sebuah sekolah bergengsi di Paris, bernama Lycée Henri IV. Dirinya melanjutkan Pendidikan di Universitas Nanterre dengan bidang studi filsafat dan memeroleh gelar DEA. Emmanuel juga mengikuti pelatihan pegawai negeri sipil senior di École nationale d'administration (ENA).
Mengutip biography.com, karir pertamanya dimulai dengan menjadi seorang Inspektur Keuangan di Kementerian Ekonomi Perancis sejak 2004-2008. Pada 2007, Emmanuel Macron pernah menjabat sebagai seorang deputi rapporteur bidang pertumbuhan ekonomi Perancis yang diketuai oleh Jacques Attail. Namun, Macron memilih meninggalkan posisi tersebut dan memilih menjadi seorang banker investor Perancis di Rothschild & Co.
Kemampuan belajarnya yang cepat membuat karirnya semakin meroket. Hal ini ditandai dengan dirinya dipercaya menjadi Menteri Ekonomi, Pembaruan Industri, dan Urusan Digital di era kepemimpinan Manuel Valls. Puncaknya, ia terpilih menjadi Presiden Prancis pada 2017 dalam pilpres Perancis dengan mengalahkan Marine Le Pen. Dalam pilpres tersebut, Macron berhasil meraih suara sebanyak 66,06 persen, mengungguli lawannya, Marine La Pen, yang meraup 34 persen suara saja. Dirinya resmi menjabat menjadi Presiden Perancis sejak 14 Mei 2017.
Salah satu kebijakan yang paling menyedot perhatian publik adalah komitmennya dalam menangani isu perubahan iklim di dunia. Pada awal masa kepemimpinannya, Macron memberikan hibah penelitian jangka panjang kepada 18 ilmuwan iklim. Selain itu, Emmanuel mendorong untuk memindahkan basis ilmuwan-ilmuwan iklim dari Amerika Serikat ke Prancis untuk melanjutkan penelitian mereka.
SITA PLANASARI | NAOMY A. NUGRAHENI