Mengenal Komunitas La Sape di Kongo, Rela Miskin asal Pakai Barang Branded

Senin, 27 Februari 2023 19:00 WIB

Anggota komunitas La Sape. Instagram/official_sapologie

TEMPO.CO, Jakarta - Ada banyak cara dalam mengekspresikan diri, salah satunya dengan memakai pakaian mahal. Menjadi kebutuhan primer selain pangan dan papan, sandang atau baju tidak hanya berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh buruk lingkungan. Namun bagi sebagian orang, pakaian juga dianggap sebagai suatu hal yang prestius untuk meningkatkan kepercayaan diri. Termasuk pula bagi kelompok La Sape di Kongo.

Sekelompok manusia yang mengatasnamakan dirinya sebagai La Sape, kerap mencuri perhatian dunia. Pasalnya, beberapa orang tersebut berpakaian mencolok di saat tetangga di sekitarnya jauh dari kata sejahtera. Demi mampu bersaing dan berlenggak-lenggok layaknya model di atas panggung, sejumlah penduduk Kongo tersebut rela menahan lapar asalkan penampilan tetap memukau. Lantas, bagaimana sejarah La Sape bisa berkembang hingga seperti sekarang?

Asal Usul La Sape

Dilansir dari laman Roots & Routes, kelompok La Sape memiliki nama asli Societe des Ambianceurs et des Personnes Élégantes, dipelopori oleh seorang pria Kongo asli, yakni Andre Grenard Matsoua. Dia adalah seorang imigran yang pulang dari Paris ke Kongo dengan berpakaian seperti ‘Monsieur’ Perancis pada 1920.

Sebagai salah satu negara jajahan Negeri Menara Eiffel, penduduk negara yang dulunya dikenal dengan Zaire tersebut memiliki stigma ‘kasar’ dan ‘telanjang’. Sementara bangsawan Perancis berpenampilan anggun dalam balutan setelan warna-warni ketika menonton konser Jazz.

Andre dilahirkan sekitar tahun 1889 dan berniat mengejar karir di gereja. Sayangnya, dia meninggalkan studinya dan pindah ke Perancis sejak 1923. Pada 1925, dirinya berpartisipasi dalam Perang Rif. Keinginan untuk mengubah ketidakadilan kolonial diwujudkan dengan pendirian gerakan elit Afrika L’Amicale des Originaires de l’Afrique Equatoriale Française. Mengusung ciri khas berintelektual tinggi dan berpakaian bagus

Siapa La Sape?

Advertising
Advertising

Sebagian besar pria berusia 20-40 tahun di Kongo akan mengenakan busana mewah hasil rancangan desainer. Beberapa diimpor langsung dari Eropa dan sebagian lainnya bergaya vintage dengan sentuhan lokal. Mereka rela mengabaikan kondisi ekonomi demi penampilan di atas kelas mereka.

Sebenarnya, La Sape berkembang di dua negara, yakni Republik Kongo yang beribu kota Brazzaville dan Republik Demokratik Kongo dengan ibu kota Kinshasa. Munculnya fenomena di kedua negara ini didasarkan oleh persamaan sosiopolitik. Keduanya memiliki pengalaman menjadi korban penjajahan kolonialisme selama bertahun-tahun.

Gerakan berpakaian mencolok baru menjadi kiblat fashion setelah kemerdekaan di tahun 1960. Banyak warga Kongo merantau ke Paris dan London kemudian kembali dengan pakaian menawan. Papa Wemba, seorang penyanyi rumba Kongo digadang-gadang sebagai tokoh di balik populernya tampilan Sapeur.

Cara Menjadi La Sape

Berdasarkan catatan Tariq Zaidi melalui Vogue Scandinavia, kelompok La Sape tidak hanya diisi oleh para pria, tetapi juga wanita yang jumlahnya diperkirakan sekitar 15%. Penganut fenomena Sapeur meningkatkan rasa bangga. Bukan hanya soal pakaian yang dikenakan, tetapi juga menggambarkan sikap dan cara memandang hidup.

Banyak wanita Kongo yang baru mulai menjadi sapeus demi menentang sistem patriarki. Untuk membeli setelan jas, diperlukan biaya mencapai US$ 2.000. Mereka tak mempermasalahkan apabila harus menabung sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Bagi La Sape, menghabiskan tabungan untuk baju lebih penting daripada membeli kendaraan atau rumah.

Alih-alih membeli pakaian lebih murah dengan model yang sama atau menggunakan label palsu. Praktik ‘kebohongan merek’ dianggap sebagai tindakan buruk oleh kalangan La Sape. Selain karena alasan tingginya gairah untuk terlihat mentereng, status ‘elit’ juga mendorong mereka menggunakan aksesori dari brand ternama, seperti Dior dan Chanel.

Anggota komunitas La Sape juga dengan senang hati saling bertukar atau meminjam pakaian secara gratis. Di Republik Kongo, La Sape lebih dari evolusi penampilan. Namun berkembang menjadi alat emansipasi melawan kekuatan kolonial. Serta memberi citra baru bahwa orang kulit hitam juga mampu berperan terhadap perubahan.

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA

Pilihan Editor: Pesawat Militer Rusia Diserang Drone di Belarus

Berita terkait

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

2 hari lalu

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

Puncak acara Jogja Fashion Week akan diadakan di Jogja Expo Center Yogyakarta pada 22 - 25 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

2 hari lalu

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

Untuk acara pernikahan atau wisuda, Anda dapat menyewa kebaya agar lebih hemat. Berikut ini rekomendasi tempat sewa kebaya di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

6 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

8 hari lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

8 hari lalu

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

Dalam beberapa kasus ingin tampil menarik dengan pakaian tertentu tapi justru berdampak pada kesehatan. Berikut penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

9 hari lalu

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.

Baca Selengkapnya

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

15 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee

Baca Selengkapnya

Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

16 hari lalu

Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

Hari ini, 69 tahun silam atau tepatnya 18 April 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

23 hari lalu

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.

Baca Selengkapnya

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

27 hari lalu

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

Penelitian mengungkap dampak dari tambang mineral di Afrika untuk memenuhi ledakan teknologi hijau di dunia terhadap bangsa kera besar.

Baca Selengkapnya