Gempa Suriah, Ini Kesaksian Korban Soal Kondisi Mengerikan di Wilayah Pemberontak
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 16 Februari 2023 20:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sherwan Qasem, tegang bukan main saat mendengar kabar terjadi bencana gempa Suriah dan Turki pada Senin pagi, 6 Februari 2023. Dia kesulitan menghubungi rekan dan keluarganya di perbatasan Suriah yang terdampak gempa Turki karena tidak ada listrik atau internet.
“Saya akhirnya berhasil menghubungi ibu saya di telepon. Dia mengatakan semua orang merasa itu adalah menit terakhir dalam hidup mereka. Untungnya, semua anggota keluarga saya baik-baik saja. Tapi banyak orang yang berjuang,” kata Qasem yang sekarang bekerja di badan amal dan bertugas di Amsterdam, dalam keterangan yang diterima Tempo, Kamis, 16 Februari 2023.
Di Suriah barat laut, rumah sakit yang didukung Doctors Without Borders – lembaga yang diikuti Qasem, telah melihat ribuan orang terluka dan ratusan orang meninggal. Qasem memperkirakan jumlahnya akan meningkat, karena kemungkinan akan ada lebih sedikit penyintas yang ditemukan saat ini.
Upaya untuk mendistribusikan bantuan terhambat oleh perang saudara yang telah memecah belah negara selama lebih dari satu dekade. Permusuhan perang saudara telah menghalangi setidaknya dua upaya untuk mengirim bantuan melintasi garis depan ke barat laut Suriah, tetapi konvoi bantuan mencapai daerah itu dalam semalam.
Qasem mengatakan, salah satu kebutuhan terbesar saat ini adalah kesehatan mental. “Bayangkan jika Anda tinggal di kamp, di tenda, di rumah darurat, setelah konflik bertahun-tahun tanpa harapan apa pun yang akan terjadi besok? Beban kesehatan mental sangat berat,” katanya.
“Anakku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Setiap tahun selama 12 tahun kami berharap ini akan menjadi tahun terakhir dari penderitaan kami,” kata Qasem menirukan pesan sang bunda.
Hingga Rabu, 15 Februari 2023, korban gempa Turki bisa mencapai 40.000 orang. Bencana telah menghancurkan kota-kota di kedua negara, membuat banyak orang yang selamat kehilangan tempat tinggal dalam suhu musim dingin yang hampir membekukan.
Organisasi Kesehatan Dunia menyebut bahwa pihaknya sangat prihatin atas kesejahteraan orang-orang di Suriah barat laut. Wilayah itu dikuasai pemberontak dengan sedikit akses bantuan, sejak gempa bumi melanda pekan lalu.
"Jelas bahwa zona yang paling memprihatinkan saat ini adalah wilayah Suriah barat laut," kata direktur kedaruratan WHO, Mike Ryan, dalam pengarahan di Jenewa, Rabu, 15 Februari 2023.
“Dampak gempa di wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah sangat signifikan, tetapi layanan ada dan ada akses ke orang-orang itu. Kita harus ingat di sini bahwa di Suriah, kita telah mengalami perang selama sepuluh tahun. Kesehatan sistem luar biasa rapuh. Orang-orang telah melalui neraka."
Selama kunjungan ke Damaskus setelah gempa Senin lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pejabat senior badannya telah meminta Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk membuka lebih banyak penyeberangan perbatasan dengan Turki untuk memastikan bantuan mencapai daerah itu.
Assad mengizinkan dua penyeberangan perbatasan lagi ke Suriah barat laut pada Senin, 13 Februari 2023. Langkah itu menurut kelompok advokasi Human Rights Watch "terlalu sedikit, terlalu terlambat."
DANIEL A. FAJRI | REUTERS
Pilihan Editor: Cina Ogah Kerja Sama, WHO Tetap Usut Tuntas Asal-usul Virus Corona