UU Parpol Baru Dikhawatirkan Jegal Oposisi dalam Pemilu Myanmar
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Ida Rosdalina
Rabu, 15 Februari 2023 19:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Human Rights Watch meyakini undang-undang partai politik Myanmar yang baru akan mencegah sejumlah tokoh oposisi politik mencalonkan diri dalam pemilihan umum Agustus mendatang. Pemilu Myanmar nanti dikhawatirkan tidak kredibel, dan digunakan untuk melegitimasi kekuasaan junta militer.
UU pendaftaran partai politik, yang diumumkan pada 26 Januari 2023, melarang siapa pun yang sebelumnya pernah dihukum atas kejahatan – atau sedang menjalani hukuman penjara untuk bergabung dengan partai politik. Banyak anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai politik terbesar di Myanmar, termasuk para pemimpinnya, Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, kini menjalani hukuman penjara atas tuduhan yang dibuat-buat.
"Junta menciptakan sebuah sistem untuk menghancurkan semua oposisi politik dan menggagalkan segala kemungkinan kembalinya pemerintahan sipil yang demokratis,” kata Manny Maung, peneliti Myanmar dari Human Rights Watch dalam keterangan pers yang diterima pada Rabu, 15 Februari 2023.
Sejak merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021, junta Myanmar telah menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan dan kekerasan. Tatmadaw, militer Myanmar, sebelumnya dilaporkan telah membunuh sekitar 2.700 warga sipil dan menahan lebih dari 17 ribu orang.
Awal bulan ini, junta militer Myanmar memperpanjang keadaan darurat di negara itu selama enam bulan. Perintah tersebut termasuk jam malam dan mengekang kebebasan berserikat dan bergerak, membatasi partai politik untuk berorganisasi.
UU baru menyatakan bahwa partai politik yang ada harus mendaftar ulang dalam waktu 60 hari sejak diberlakukan atau menghadapi risiko pembubaran. Aturan itu juga dapat mendiskualifikasi kelompok politik yang diklaim sebagai "asosiasi atau organisasi teroris yang melanggar hukum berdasarkan undang-undang yang sudah ada."
Junta mencap kelompok oposisi Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) dan badan parlementernya sebagai "organisasi teroris" atas dugaan serangan terhadap militer sejak kudeta.
Regulasi tersebut, pun mewajibkan partai yang ingin mengajukan calon pada pemilihan umum untuk memiliki setidaknya 100.000 anggota dalam waktu tiga bulan setelah pendaftaran. UU ini juga mensyaratkan partai politik nasional untuk memiliki dana minimal 100 juta kyat (sekitar Rp 3,9 milyar) untuk memenuhi syarat pendaftaran, jauh lebih banyak daripada yang mampu dimiliki oleh kebanyakan partai kecil.
Human Rights Watch mengusulkan, pemerintah dari negara-negara sahabat Myanmar, termasuk mitra regional seperti anggota ASEAN, Jepang, dan India, seharusnya mengutuk undang-undang partai politik. Lembaga itu juga mendesak supaya mereka tidak memberikan kredibilitas pada upaya junta untuk melegitimasi kontrol militer melalui pemilihan umum palsu.
<!--more-->Konsensus
Indonesia jadi ketua ASEAN pada 2023. Dalam menangani krisis di Myanmar, Jakarta masih bertahan dengan konsensus lima butir dan akan mendorong implementasinya.
Konsensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar. Pemerintah Indonesia berulang kali menegaskan akan mendorong dialog inklusif berbagai pihak di Myanmar termasuk junta militer.
Presiden RI Joko Widodo dalam wawancara dengan Reuters awal bulan ini mengatakan bahwa dia berencana untuk mengirim seorang jenderal militer untuk bertemu dengan para pemimpin junta Myanmar. Indonesia ingin melibatkan mereka dalam pembicaraan tentang transisi demokrasi.
Pemerintah Indonesia telah menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang utusan militernya. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) untuk urusan HAM dan Luar Negeri Siti Ruhaini Dzuhayatin menyebut rencana pengiriman jenderal ke Myanmar masih dalam koordinasi. Dia hanya menegaskan, Indonesia yakin bisa mendorong implementasi konsensus.
Ketika ditanya mengenai jenderal yang dimaksud Jokowi, Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro saat ditemui wartawan di Jakarta pada Jumat lalu mengatakan, belum ada mekanisme bagaimana pelaksanaannya. Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada Tempo menyatakan, itu akan menjadi bagian dari office of the special envoy yang dipimpin oleh Retno.
Menurut Human Rights Watch, Inggris, Amerika Serikat, serta anggota Uni Eropa, perlu berkoordinasi dengan negara-negara berpikiran sama, untuk memperkuat dan menegakkan sanksi yang ditujukan terhadap pejabat senior junta dan sejumlah kesatuan militer di Myanmar.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Berita: Duta Besar Ukraina Komentari Pengemudi Fortuner yang Disebut Musuh Negaranya