Turki Tolak Pengungsi Suriah Baru setelah Gempa, karena Penjarahan?
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Sita Planasari
Selasa, 14 Februari 2023 12:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu memastikan Turki tidak akan mengizinkan masuknya pengungsi baru dari Suriah setelah gempa dahsyat pekan lalu. Sensitivitas di antara warga Turki mengenai pengungsi dari Suriah meningkat, menyusul masalah keamanan pasca-gempa yang marak seperti penjarahan.
“Klaim bahwa ada gelombang pengungsi baru dari Suriah ke Turki (setelah gempa bumi) tidak benar. Kami tidak akan membiarkan itu; itu tidak perlu dipertanyakan lagi,” kata Cavusoglu pada konferensi pers di Ankara, Senin, 13 Februari 2023.
“Semua penyeberangan perbatasan ini untuk bantuan kemanusiaan. Itu tidak berarti warga Suriah datang ke Turki melalui penyeberangan ini,” ujarnya menambahkan.
Gempa berkekuatan 7,8 magnitude mengguncang perbatasan dua negara itu pada Senin lalu. Bencana tersebut telah menewaskan lebih dari 37.000 orang di kedua negara.
Cavusoglu mengatakan, bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak Suriah dikirim melalui perbatasan Bab al Hawa. Menurutnya Turki siap untuk membuka dua perbatasan baru dari provinsi Kilis setelah gempa.
“Kami memfasilitasi bantuan kemanusiaan untuk warga Suriah, tetapi kami tidak mengizinkan masuknya pengungsi Suriah yang baru. Ini adalah dua masalah yang berbeda,” katanya.
<!--more-->
Orang Suriah Disalahkan atas Penjarahan
Beberapa orang Turki di kota-kota yang dilanda gempa menuduh warga Suriah merampok toko dan rumah yang rusak. Slogan anti-Suriah seperti "Kami tidak ingin warga Suriah", "Imigran harus dideportasi", dan "Tidak lagi diterima" menjadi tren perbincangan di Twitter.
Otoritas Turki menangkap 48 orang karena penjarahan. Menteri kehakiman mengumumkan pada Minggu, tanpa mengatakan dari mana mereka berasal. Presiden Tayyip Erdogan telah berjanji untuk menindak tegas para penjarah.
Warga Suriah yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa mengakui bahwa mereka telah diusir dari kamp darurat. Seorang pria Suriah membuka tempat berlindung di Kota Mersin hanya untuk rekan senegaranya, setelah mereka menghadapi cercaan rasis.
"Kami berhenti pergi ke lokasi penyelamatan untuk memantau saja, karena orang-orang mulai meneriaki kami dan mendorong kami ketika mereka mendengar kami berbicara bahasa Arab. Orang-orang selalu menuduh kami melakukan penjarahan, tapi itu hanya untuk menciptakan perselisihan," kata seorang pria Suriah, yang tidak mau disebutkan namanya.
Turki adalah rumah bagi hampir 4 juta pengungsi Suriah, setelah membuka perbatasannya bagi mereka yang melarikan diri dari perang saudara yang meletus di sana pada tahun 2011. Banyak yang terkonsentrasi di bagian selatan negara yang dekat dengan perbatasan Suriah.
Di Kota Gaziantep, Turki, yang dilanda gempa parah, hampir setengah juta warga Suriah tinggal. Angka itu merupakan seperempat dari populasi. Kebencian terhadap warga Suriah bukanlah hal baru, tetapi gempa bumi telah memperburuk ketegangan.
Turki telah menghabiskan lebih dari US$40 miliar atau sekitar Rp606 triliun sejak 2011 untuk menampung para pengungsi, pada saat kesulitan ekonomi yang intens di negara itu. Beberapa orang Turki memandang warga Suriah sebagai tenaga kerja murah yang mengambil alih pekerjaan.
Banyak pihak di Turki juga menggunakan layanan dan isu pengungsi Suriah ditetapkan menjadi tema utama dalam pemilihan presiden dan parlemen tahun ini.
Pilihan Editor: Sepekan Gempa Turki-Suriah, Memasuki Peliknya Fase Rehabilitasi
REUTERS