WHO Dukung Adanya Aturan Antar Perusahaan Farmasi

Reporter

magang_merdeka

Jumat, 18 November 2022 13:00 WIB

Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terpampang di pintu masuk kantor pusatnya di Jenewa, 25 Januari 2015. [REUTERS / Pierre Albouy / File Foto]

TEMPO.CO, Jakarta - WHO mendukung aturan baru yang akan mengatur kesepakatan antar perusahaan - perusahaan farmasi mengenai harga dan produk apa pun yang mereka buat dalam memerangi keadaan darurat kesehatan global di masa depan atau pandemi.

Rancangan kesepakatan itu, sekarang masih dinegosiasikan oleh 194 negara anggota WHO. Dalam aturan baru itu termaktub agar perusahaan-perusahaan farmasi wajib mengungkapkan ketentuan kontrak pengadaan publik dalam bentuk apa pun.

Seperti dilansir dari Reuters, pendanaan publik untuk pengembangan vaksin dan perawatan harus lebih transparan. Hal ini mencakup ketentuan untuk memastikan produk yang dihasilkan didistribusikan secara merata ke seluruh dunia.

Baca juga:Jens Stoltenberg Tak Melihat Kecurigaan Rusia Siapkan Serangan ke NATO

Tujuan dari pakta tersebut, umumnya dikenal sebagai perjanjian pandemi untuk mencegah krisis kesehatan global berikutnya menjadi separah pandemi Covid-19 dan untuk meningkatkan respons global yang membuat banyak negara termiskin di dunia tertinggal.

Selama pandemi, banyak kesepakatan yang dibuat pemerintah dengan perusahaan farmasi yang dirahasiakan. Kondisi ini membuat negara-negara hanya punya sedikit ruang untuk meminta pertanggungjawaban para produsen obat.

Seorang juru bicara WHO mengatakan negara-negara anggotalah yang mendorong agar ada kesepakatan baru ini.

“Prosesnya terbuka, transparan, berdasarkan masukan dari para pemangku kepentingan lainnya, termasuk publik agar dapat menyampaikan pandangan mereka,” demikian bunyi draft aturan baru itu yang sampai ke Reuters.

Kesepakatan aturan baru tersebut masih berada pada tahap awal sehingga ada kemungkinan akan berubah selama negosiasi dengan negara anggota dan pemangku kepentingan lainnya. Draf tersebut akan disampaikan kepada mereka secara lengkap dalam rapat pada Jumat, 25 November 2022, setelah diedarkan awal pekan ini (ke negara anggata WHO).

Hal yang belum jelas dari draft kesepakatan itu tentang apa yang akan terjadi jika negara yang mendaftar tidak mematuhi aturannya dan jika perusahaan farmasi juga tidak mematuhinya. Sebab WHO tidak dapat memaksa perusahaan farmasi untuk mengikuti aturannya.

Proposal tersebut mungkin bakal menghadapi penolakan dari industri obat setelah perlombaan meteorik untuk mengembangkan vaksin Covid-19 dan perawatannya yang terbukti menjadi alat penting dalam mengendalikan virus yang telah membunuh lebih dari 6,5 juta orang di seluruh dunia.

Pfizer dan mitranya BioNTech, Moderna dan AstraZeneca menguji, mengembangkan, dan meluncurkan vaksin Covid-19 kurang dari setahun setelah virus mematikan itu pertama kali muncul di Cina pada akhir 2019.

Thomas Cueni, Direktur Jenderal International Federation of Pharmaceutical Manufacturers and Associations (IFPMA), mengatakan draf tersebut merupakan tonggak penting, tetapi menambahkan bahwa penting untuk tidak melemahkan cara perusahaan farmasi berinovasi dan melindungi kekayaan intelektual mereka (IP).

Rancangan tersebut mengakui pentingnya IP tetapi mengatakan perlu ada mekanisme yang lebih baik untuk berbagi keahlian sehingga lebih banyak perusahaan dapat memproduksi vaksin dan obat-obatan selama krisis.

“Jika draf tersebut diterapkan seperti yang tertulis hari ini, kemungkinan besar akan merusak daripada memfasilitasi kemampuan kolektif kita dalam mengembangkan dan meningkatkan dengan cepat vaksin serta memastikan aksesnya yang adil,” tambah Cueni.

Rancangan aturan baru tersebut, juga mengusulkan mekanisme evaluasi otoritas sejawat untuk menilai kesiapsiagaan pandemi setiap negara, serta cakupan kesehatan universal yang lebih baik, lebih banyak pendanaan domestik untuk mencegah dan mengatasi pandemi, dan akses yang lebih baik bagi WHO dalam menyelidiki asal-mula suatu wabah.

Lawrence Gostin, seorang profesor di Georgetown Law di Washington D.C., mengatakan kesepakatan itu dapat menjadi pengubah permainan dan mengatasi aksi penimbunan vaksin yang tidak masuk akal, yang terjadi selama Covid-19.

Sedangkan Mohga Kammal Yanni, salah satu Ketua kebijakan untuk People's Vaccine Alliance, mengatakan pakta tersebut dapat terputus dengan keserakahan dan ketidaksetaraan (pendistribusian vaksin) Covid-19 dan penyakit lain.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai perjanjian tersebut digambarkan sebagai kesempatan sekali dalam satu generasi untuk memperkuat peraturan kesehatan global.

Reuters | Nugroho Catur Pamungkas

Baca juga: Serangan Udara di Rusia Menghancurkan Fasilitas Energi di Ukraina

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

7 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

16 jam lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Sebut MPR RI Tengah Siapkan Berbagai Legacy

3 hari lalu

Bamsoet Sebut MPR RI Tengah Siapkan Berbagai Legacy

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, MPR RI periode 2019-2024 sedang mempersiapkan berbagai legacy atau peninggalan.

Baca Selengkapnya

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

5 hari lalu

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

Filipina menyangkal klaim Beijing yang menyebut kedua negara telah mencapai kata sepakat terkait sengketa Laut Cina Selatan

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut RI Ketergantungan Impor Produk Farmasi dan Alat Kesehatan

7 hari lalu

Jokowi Sebut RI Ketergantungan Impor Produk Farmasi dan Alat Kesehatan

Presiden Jokowi mengharapkan industri kesehatan dalam negeri makin diperkuat.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

10 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya