Penikam Salman Rushdie Mengaku Tidak Bersalah atas Percobaan Pembunuhan

Reporter

Tempo.co

Jumat, 19 Agustus 2022 14:18 WIB

Rushdie dipilih sebagai Distinguished Writer in Residence di Arthur L. Carter Journalism Institute of New York University, tepatnya pada tahun 2015. Pria kelahiran 1947 itu juga sempat mengajar di Universitas Emory dan terpilih dalam American Academy of Arts and Letters. Pada tahun 2012, ia menerbitkan buku Joseph Anton: A Memoir, kisah hidupnya usai kontroversi buku The Satanic Verses. Carsten Bundgaard/Ritzau Scanpix/via REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Hadi Matar, pria yang menikam novelis Salman Rushdie di New York, Amerika Serikat, pada Kamis lalu mengaku tidak bersalah atas percobaan pembunuhan tingkat dua dan tuduhan penyerangan.

Matar,26 tahun, didakwa di Gedung Pengadilan Chautauqua County atas dakwaan percobaan pembunuhan tingkat dua, dengan ancaman hukuman maksimum 25 tahun penjara, dan dakwaan penyerangan.

Matar telah berada di penjara sejak penangkapannya dan tidak memperoleh jaminan pembebasan. Dalam sidang, Hakim David Foley memerintahkan Matar untuk tidak melakukan kontak dengan Rushdie.

Foley menyetujui permintaan pengacara pembela Matar untuk mengeluarkan perintah pembungkaman sementara, yang melarang para pihak membahas kasus tersebut di media.

Hakim Foley juga akan mempertimbangkan permintaan pembela untuk membebaskan Matar dengan jaminan. Matar akan kembali menjalani sidang pada September mendatang.

Advertising
Advertising

Serangan penikaman itu terjadi 33 tahun setelah pemimpin tertinggi Iran saat itu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan dekrit yang menyerukan umat Islam untuk membunuh Rushdie. Seruan ini dicetuskan beberapa bulan setelah Rushdie menerbitkan buku "The Satanic Verses" atau "Ayat-Ayat Setan".

Buku tersebut menimbulkan kontroversi karena mengungkapkan penghinaan terhadap Nabi Muhammad. Rushdie bersembunyi di bawah perlindungan polisi Inggris selama sembilan tahun.

Pada 1998, pemerintah pro-reformasi Iran di bawah Presiden Mohammad Khatami menjauhkan diri dari dekrit tersebut. Dia mengatakan bahwa, ancaman terhadap Rushdie telah berakhir.

Namun, dekrit itu tidak pernah dicabut. Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei yang merupakan penerus Khomeini, pada 2019 mengatakan bahwa dekrit terhadap Rushdie "tidak dapat dibatalkan."

Matar adalah seorang Muslim Syiah yang lahir di California dari sebuah keluarga asal Lebanon.

Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh New York Post pada Rabu, Matar mengatakan, dia menghormati dan mengagumi Khomeini. Tetapi Matar tidak mengatakan apakah penikaman yang dilakukannya terinspirasi oleh dekrit yang diserukan Khomeini.

Matar mengatakan, dia telah membaca dua halaman dari buku "The Satanic Verses". Dia juga menonton video Rushdie di YouTube. Sejak itu, Matar mengaku tidak menyukai Rushdie karena telah menyerang Islam.

"Saya tidak terlalu menyukainya. Dia adalah seseorang yang menyerang Islam, dia menyerang kepercayaan mereka, sistem kepercayaan," ujar Matar. Dia juga mengungkapkan kekecewaanya saat mengetahui kondisi Rushdie semakin membaik.

Jaksa mengatakan, Matar pergi ke Chautauqua Institution untuk menghadiri kuliah umum Rushdie. Matar menempuh jarak sekitar 19 kilometer dari tempat tinggalnya di wilayah Danau Erie. Ia membeli tiket untuk menghadiri kuliah umum Rushdie.

Rushdie menderita luka parah dalam serangan itu, termasuk kerusakan saraf di lengannya, luka di hati, dan kemungkinan kehilangan matanya.

Namun kondisinya telah membaik sejak akhir pekan, dan ventilatornya telah dilepas. Salman Rushdie lahir di India dari keluarga Muslim Kashmir. Dia kemudian pindah ke Inggris dan Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Pasca-Penusukan Salman Rushdie, Penjualan Buku 'Ayat-ayat Setan' Melonjak

SUMBER: AL JAZEERA

Berita terkait

Israel Usir Ratusan Ribu Warga Palestina dari Rafah, Hamas: Ini Eskalasi Berbahaya!

13 jam lalu

Israel Usir Ratusan Ribu Warga Palestina dari Rafah, Hamas: Ini Eskalasi Berbahaya!

Pejabat senior Hamas, kelompok pejuang Palestina yang menguasai Gaza, mengatakan perintah evakuasi Israel bagi warga Rafah adalah "eskalasi berbahaya

Baca Selengkapnya

Pagar Gedung Putih AS DItabrak Mobil, Sopir Tewas di Tempat

13 jam lalu

Pagar Gedung Putih AS DItabrak Mobil, Sopir Tewas di Tempat

Sebuah mobil menabrak pagar Gedung Putih pada Sabtu malam. Sopir langsung tewas di tempat kejadian.

Baca Selengkapnya

Pertama Sejak 7 Oktober, Amerika Serikat Sempat Tunda Pengiriman Amunisi ke Israel

14 jam lalu

Pertama Sejak 7 Oktober, Amerika Serikat Sempat Tunda Pengiriman Amunisi ke Israel

Amerika Serikat sempat menunda pengiriman amunisi senjata ke Israel pekan lalu hingga membuat para pejabat Israel khawatir

Baca Selengkapnya

Israel Usir Ratusan Ribu Warga Palestina dari Rafah, Siap Lancarkan Serangan Darat

14 jam lalu

Israel Usir Ratusan Ribu Warga Palestina dari Rafah, Siap Lancarkan Serangan Darat

Tentara Israel pada Senin 6 Mei 2024 mengusir ratusan ribu warga Palestina di Kota Rafah, selatan Jalur Gaza.

Baca Selengkapnya

Pertama Kalinya, AS Tunda Pengiriman Senjata ke Israel

16 jam lalu

Pertama Kalinya, AS Tunda Pengiriman Senjata ke Israel

Ditundanya pengiriman senjata dari Amerika Serikat membuat pemerintah Israel kebingungan.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa di Malang Gelar Aksi "Solidarity Camp for Palestine"

17 jam lalu

Mahasiswa di Malang Gelar Aksi "Solidarity Camp for Palestine"

Aksi ini terinspirasi dari gerakan demonstrasi masif dan berskala besar yang dilakukan para mahasiswa di AS, Eropa, dan sejumlah negara lain.

Baca Selengkapnya

Kepolisian Australia Menembak Mati Remaja Laki-laki karena Penikaman

1 hari lalu

Kepolisian Australia Menembak Mati Remaja Laki-laki karena Penikaman

Kepolisian Australia mengkonfirmasi telah menembak mati seorang remaja laki-laki, 16 tahun, karena penikaman dan tindakan bisa dikategorikan terorisme

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

1 hari lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

2 hari lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

2 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya