Inflasi di Sri Lanka Diprediksi sampai 60 Persen

Reporter

Daniel Ahmad

Selasa, 5 Juli 2022 21:03 WIB

Warga mengatur tabung gas elpiji miliknya saat mengantre membeli gas elpiji di pusat distribusi, di tengah krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, 20 Mei 2022. Perusahaan energi Sri Lanka mengaku kehabisan stok gas elpiji (LPG). REUTERS/Adnan Abidi

TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe memperkirakan inflasi di negaranya akan meningkat hingga 60 persen pada akhir tahun. Ranil mengatakan, pemerintah akan menstabilkan rupee sesegera mungkin, dan akan membatasi pencetakan uang di masa depan.

Komentar Ranil itu diucapkan ketika Sri Lanka memutuskan memperpanjang penutupan sekolah selama satu minggu ke depan. Sebab tidak ada bahan bakar bagi guru dan orang tua untuk membawa anak-anak ke ruang kelas.

Utang luar negeri yang besar telah membuat Sri Lanka tidak punya pemasok yang mau menjual bahan bakar mereka secara kredit. Stok bahan bakar yang tersedia, akan dipakai untuk layanan penting, di antaranya tenaga kesehatan dan pelabuhan, transportasi umum dan distribusi makanan. Pejabat di Pemerintah Sri Lanka menyatakan, persediaan bahan bakar itu hanya akan cukup untuk beberapa hari.

Advertising
Advertising

"Mencari uang adalah tantangan. Ini tantangan besar," kata Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera kepada wartawan, seperti dilansir ABC, Selasa, 5 Juli 2022.

Wijesekera mengatakan, pemerintah telah memesan stok bahan bakar baru dan kapal pertama berisi 40 ribu metrik ton bahan bakar diesel. Barang itu diharapkan tiba pada Jumat, 8 Juli 2022. Sedangkan kapal pertama yang membawa bensin akan datang pada 22 Juli 2022. Beberapa pengiriman bahan bakar lainnya sedang dalam proses.

Akan tetapi, pihak berwenang Sri Lanka saat ini masih berjuang mencari uang sebesar US$ 587 juta atau Rp 8,8 triliun untuk membayar bahan bakar. Wijesekera menuturkan, Sri Lanka berutang sekitar US$800 juta atau Rp 12 triliun kepada tujuh pemasok bahan bakar.

Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka saat ini dinilai merupakan yang terparah. Pada 2009, setelah perang saudara di Sri Lanka berakhir, atau bencana tsunami yang menghancurkan pada 2004, ekonomi Sri Lanka tak pernah terpuruk begitu dalam.

Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya. Tidak adanya uang untuk mengimpor barang-barang pokok.

Perdana Menteri Wickremesinghe berusaha mendapatkan paket bailout dari Dana Moneter Internasional atau IMF. Dia juga mengharapkan bantuan dari India dan Cina agar menjaga perekonomian tetap bertahan.

Aksi protes di Sri Lanka terjadi sejak April 2022. Demonstran menyalahkan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan pemerintahnya atas kesalahan kebijakan yang melumpuhkan ekonomi dan menjerumuskan negara dalam kekacauan. Krisis ekonomi kian parah karena kentalnya nepotisme di negara itu, di mana sebagian besar pejabat di Sri Lanka diduduki oleh keluarga Presiden Rajapaksa.

ABC | REUTERS | AP

Baca juga: Road to Indonesia Digital Conference AMSI Siap Digelar di 8 Wilayah

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

5 jam lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

8 jam lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

10 jam lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

14 jam lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

1 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

3 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

7 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

8 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

9 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa alasan bank sentral?

Baca Selengkapnya

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

10 hari lalu

Nilai Rupiah Ditutup Menguat pada Perdagangan Akhir Pekan

PT Laba Forexinfo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencatat, mata uang rupiah ditutup menguat dalam perdagangan akhir pekan.

Baca Selengkapnya