Hubungan Indonesia - Korea Selatan Naik Kelas
Reporter
Tempo.co
Editor
Suci Sekarwati
Senin, 6 Juni 2022 09:00 WIB
TEMPO.CO, Seoul - Indonesia dan Korea Selatan sepakat meningkatkan hubungan ke dua negara ke level spesial strategic partnership atau kemitraan strategi spesial. Di kalangan negara anggota ASEAN, hanya dengan Indonesia – Korea Selatan memiliki status hubungan setinggi itu.
“Indonesia baru-baru ini telah menjadi satu-satunya negara dari ASEAN yang punya spesial strategic partnership dengan kami. Selain Indonesia, kami membangun hubungan ini dengan Uni Emirat Arab, India dan Uzbekistan,” kata Hwang Yooshil, Direktur hubungan ASEAN Asia Divisi I Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, saat menerima rombongan wartawan Indonesia dalam program ‘Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea’ di Seoul, Korea Selatan pada 31 Mei 2022.
Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Gandi Sulistiyanto saat ditemui terpisah menjelaskan spesial strategic partnership itu ibarat nasi goreng spesial pakai telur. Di bawah kerangka kerja sama ini, ribuan barang dari kedua negara tidak akan kena bea keluar-masuk. Walhasil, Sulis pun menargetkan nilai perdagangan kedua negara menjadi dua kali lipat dibanding 2021 yang tercatat USD 17 miliar (Rp 245 triliun).
Untuk mencapai target tersebut dan mengoptimalkan spesial strategic partnership sejak hari pertama menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Sulis langsung bekerja. Sulis menyerahkan credential letters ke Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol pada bulan lalu.
“Hari pertama datang, saya langsung bekerja, rapat dengan Menteri Perdagangan Korea Selatan. Saya ini Duta Besar dengan latar belakang pengusaha, lebih gampang untuk berdagang. Saya sampai dijuluki Duta Besar Salesman karena jualan dan jualan. Kita jualan batu bara, gimana manfaatkan peluang ini hingga bekerja sama dengan YouTuber untuk bantu mempromosikan Indonesia,” kata Sulis.
Menurut Sulis, status spesial strategic partnership antara Indonesia dan Korea Selatan nanti akan menjadi komulatif perdagangan Indonesia - Korea CEPA, yang tahun lalu sudah disepakati, tetapi sampai sekarang masih ada di DPR RI. Segera setelah kesepakatan kerja sama ini disahkan oleh DPR RI, maka akan ada ribuan barang-barang yang tidak kena bea keluar-masuk antara Indonesia dan Korea Selatan.
Indonesia - Korea CEPA seharusnya diratifikasi pada semester pertama tahun ini, namun batas waktu tersebut sudah lewat sehingga Duta Besar Sulis berjanji akan mendorong agar diratifikasi lebih cepat.
Sedangkan terkait presidensi Indonesia di G20, Duta Besar Sulis menjelaskan saat ini ada tiga prioritas utama dari Indonesia. Pertama tentang arsitektur kesehatan global.
Kedua, tentang transformasi energi terbarukan. Ketiga adalah transisi ke digital ekonomi.
“Ketiga prioritas itu, juga menjadi prioritas saya sebagai Duta Besar RI untuk Korea Selatan. Saya akan kejar ketiga hal tersebut menjadi program yang bisa tersampaikan di G20,” kata Sulis.
Bicara soal energi terbarukan, energi dari matahari merupakan andalan di Korea Selatan. Indonesia sudah memulai, namun masih terkendala peraturan. Kementerian ESDM sudah mengeluarkan peraturan, namun dari pihak pelaksana, yakni PLN masih belum sepenuhnya menerima.
“Ini adalah hambatan yang mungkin menjadi PR kita bersama. Padahal, investor di sini (Korea Selatan) sudah siap-siap membuat panel tenaga surya dengan pembatasan-pembatasan atau pun syarat tertentu yang sesuai dengan SNI atau lokal konten dan lainnya, kendati lokal konten kita sebenarnya belum siap. Isu-isu ini Insya Allah akan berusaha saya selesaikan,” kata Sulis.
Di sektor ketenagakerjaan, selain program yang ada saat ini G to G, Indonesia juga sedang merintis kerja sama P to P atau private to private. Program P to P ini, nantinya akan terbuka untuk yang tenaga kerja terampil dan tenaga kerja semi-terampil.
G to G rata-rata umumnya hanya diisi pekerja di sektor manufaktur dan perikanan. Sektor ini gajinya sangat minimum dan banyak menimbulkan masalah ilegal misalnya overstay dan muncul konflik dengan majikan karena ada hak-hak pekerja migran yang tidak dipenuhi karena dia ilegal.
Sedangkan untuk beasiswa, Sulis menyebut peluang di sektor ini masih terbuka, termasuk yang berasalnya dari dana beasiswa pemerintah RI (LPDP). Banyak pula perusahaan swasta yang beroperasi di Korea Selatan sehingga membawa peluang lebih banyak beasiswa untuk putra-putra Indonesia untuk belajar di Negeri Gingseng.
Baca juga: Duta Besar Sulistiyanto Resmikan Indonesia Centre di Busan Korea Selatan
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.