Shireen Abu Akleh, Jurnalis Al Jazeera yang Dihormati Palestina

Reporter

Tempo.co

Kamis, 12 Mei 2022 20:05 WIB

Shireen Abu Akleh. ipi.media

TEMPO.CO, Jakarta -Shireen Abu Akleh awalnya belajar untuk menjadi seorang arsitek, tetapi ia gamang melihat masa depannya di dunia itu. Jadi, dia memutuskan untuk terjun ke dunia jurnalistik, dan menjadi salah satu jurnalis Palestina paling terkenal di Jazirah Arab bersama Al Jazeera.

“Saya memilih jurnalisme untuk dekat dengan orang-orang,” katanya dalam rekaman yang dibagikan oleh Al Jazeera segera setelah dia terbunuh pada Rabu oleh tembakan penembak jitu Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. “Mungkin tidak mudah untuk mengubah kenyataan, tapi setidaknya saya bisa membawa suara mereka ke dunia.”

Seorang warga negara Amerika Serikat keturunan Palestina, Abu Akleh adalah wajah yang dikenal di jaringan Al Jazeera. Perempuan yang menghembuskan nafas pada usia 51 tahun itu menghabiskan 25 tahun terakhirnya sebagai jurnalis.

Namanya terkenal di tengah kekerasan pemberontakan Palestina yang dikenal sebagai intifada kedua, yang mengguncang Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat mulai tahun 2000.

Nasibnya berakhir tragis ketika peluru tajam penembak jitu Israel bersarang ke lehernya di Kota Jenin di Tepi Barat pada Rabu lalu. Al Jazeera dan Kementerian Kesehatan Palestina menyalahkan pasukan Israel atas kematiannya. Namun, militer Israel balik menuding milisi Palestina mungkin bertanggung jawab, meski semua saksi berkata sebaliknya.

Advertising
Advertising

Mohammed Daraghmeh, kepala biro Ramallah untuk outlet berita berbahasa Arab Asharq News, yang berteman dengan Abu Akleh selama bertahun-tahun, mengatakan jurnalis perempuan itu berkomitmen meliput semua masalah yang mempengaruhi Palestina, besar dan kecil.

Dia terakhir berbicara dengannya dua hari sebelum Abu Akleh tewas. Daraghmeh sempat mengatakan kepada Abu Akleh bahwa peristiwa di Jenin cukup penting untuk diliput oleh seorang jurnalis senior seperti dia. "Tapi dia tetap pergi," kata Daraghmeh. “Dia meliput cerita dengan cara yang seharusnya dilakukan.”

Bukan cerita terbesar atau politik yang paling menarik Abu Akleh. Tetapi yang lebih kecil yang menunjukkan bagaimana orang hidup, kata Wessam Hammad, seorang produser berita di Al Jazeera, yang bekerja dengannya selama 17 tahun. Dia bilang dia akan melihat cerita di mana orang lain tidak.

“Kadang-kadang saya akan berkata, 'Tidak, Shireen lupakan saja, itu bukan cerita besar.'” katanya. “Tapi dia akan selalu berpikir tentang begitu banyak sudut pandang yang berbeda tentang bagaimana kita bisa melakukannya, dan bagaimana kita bisa membuatnya menjadi cerita yang sangat manusiawi dan sangat menyentuh tentang Palestina yang tidak akan pernah terpikirkan oleh jurnalis lain.”

Lahir di Yerusalem dari keluarga Katolik, Abu Akleh belajar di Yordania, lulus dengan gelar sarjana di bidang jurnalisme. Dia menghabiskan waktu di Amerika Serikat ketika dia masih muda dan memperoleh kewarganegaraan AS melalui keluarga dari pihak ibunya, yang tinggal di New Jersey, kata teman dan kolega.

<!--more-->

Al Jazeera mengatakan bahwa setelah lulus dari perguruan tinggi, dia bekerja untuk beberapa media, termasuk radio Voice of Palestine dan Amman Satellite Channel, sebelum bergabung dengan Al Jazeera pada 1997.

Pelaporan televisi langsung dan penandatanganannya menjadi ikon bagi mereka yang ingin menirunya, kata Dalia Hatuqa, seorang jurnalis Palestina-Amerika dan teman Abu Akleh.

“Saya tahu banyak gadis yang tumbuh pada dasarnya berdiri di depan cermin dan memegang sisir rambut mereka dan berpura-pura menjadi Shireen,” kata Hatuqa. “Begitulah abadi dan pentingnya kehadirannya.”

Kematiannya juga menggambarkan bahaya yang dihadapi wartawan Palestina dalam melakukan pekerjaan mereka, baik di Tepi Barat yang diduduki, di Gaza atau di dalam Israel, katanya.

Dalam wawancara pada 2017 dengan saluran televisi Palestina An-Najah NBC, dia ditanya apakah pernah takut ditembak.

"Tentu saja aku takut," katanya. “Pada saat tertentu Anda melupakan ketakutan itu. Kami tidak melemparkan diri kami ke kematian. Kami pergi dan mencoba menemukan di mana kami bisa berdiri dan bagaimana melindungi tim bersama saya. Ini sebelum saya berpikir tentang bagaimana saya akan tampil di layar dan apa yang akan saya katakan.”

Duta Besar Otoritas Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, menyebutnya sebagai “jurnalis Palestina paling terkemuka.”

Al Jazeera pernah mengirimnya ke Amerika Serikat untuk bekerja. Setelah tiga bulan, Abu Akleh kembali ke Ramallah."Ketika dia kembali, dia berkata: 'Saya bisa bernapas sekarang. Segala sesuatu di AS bersifat teknis dan rumit,'” kenang Daraghmeh. “‘Di sini hidup itu sederhana. Saya cinta Palestina. Aku ingin tinggal disini.'"

Baca juga: Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh Akan Dimakamkan dengan Upacara Kenegaraan

SUMBER: THE NEW YORK TIMES

Berita terkait

5 Fakta dari KTT OKI di Gambia, Menlu Retno: OKI Harus Dorong Gencatan Senjata Israel Hamas

19 jam lalu

5 Fakta dari KTT OKI di Gambia, Menlu Retno: OKI Harus Dorong Gencatan Senjata Israel Hamas

Yang mencuat di KTT OKI di Gambia, mulai dari seruan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi soal Palestina dan negara islam lainnya

Baca Selengkapnya

Polisi New York Tangkap Demonstran Pro-Palestina di Dekat Acara Met Gala

19 jam lalu

Polisi New York Tangkap Demonstran Pro-Palestina di Dekat Acara Met Gala

Pengunjuk rasa pro-Palestina mengadakan protes di sekitar acara mode bergengsi Met Gala di Museum Seni Metropolitan, New York.

Baca Selengkapnya

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

21 jam lalu

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

Pejabat PBB mengatakan penutupan perbatasan Rafah dan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) merupakan "bencana besar" bagi warga Palestina di Gaza

Baca Selengkapnya

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

21 jam lalu

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

Ketua PMI Jusuf Kalla meminta Hamas untuk bersatu dengan Fatah ketika bertemu perwakilan kelompok tersebut di Kuala Lumpur.

Baca Selengkapnya

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

22 jam lalu

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

12 senator AS mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap ICC jika menerbitkan perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Baca Selengkapnya

Malaysia Tolak Larang Perusahaan Pemasok Senjata ke Israel dalam Pameran di Kuala Lumpur

22 jam lalu

Malaysia Tolak Larang Perusahaan Pemasok Senjata ke Israel dalam Pameran di Kuala Lumpur

Suara pro-Palestina, termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, mengatakan perusahaan Lockheed Martin dan MBDA harus dilarang

Baca Selengkapnya

Profil Gustavo Petro, Presiden Kolombia Tegas Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel

22 jam lalu

Profil Gustavo Petro, Presiden Kolombia Tegas Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel

Gustavo Petro, Presiden Kolombia ini menyatakan sikap negaranya memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena genosida di Gaza Palestina.

Baca Selengkapnya

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

23 jam lalu

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

UN Women memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah, Gaza, akan memperburuk penderitaan 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina

Baca Selengkapnya

Belgia akan Dukung Resolusi Pengakuan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

23 jam lalu

Belgia akan Dukung Resolusi Pengakuan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Menlu Belgia Hadja Lahbib mengatakan negaranya akan mendukung resolusi yang mengakui Palestina sebagai anggota penuh PBB

Baca Selengkapnya

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

1 hari lalu

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

Tiga belas orang hakim federal konservatif di AS memboikot lulusan Universitas Columbia karena protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya