Menang Pilpres Filipina, Marcos Jr. Raih Pemilih Muda Lewat Tiktok dan Facebook
Reporter
Daniel Ahmad
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 10 Mei 2022 18:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dinasti Marcos kembali naik ke tampuk kekuasaan Filipina setelah kemenangan Ferdinand Marcos Jr. atau Bongbong dalam pemilihan presiden pada Senin, 9 Mei 2022. Hasil resmi akan diumumkan akhir bulan ini, namun kemenangan Marcos hampir dipastikan usai mendapat 30 juta suara versi hitung cepat yang sudah mencapai 96 persen.
Duetnya bersama putri Rodrigo Duterte, Sara Duterte, membuat Bongbong melenggang mulus ke kursi kepresidenan Filipina dengan mengalahkan kandidat kuat lain, Leni Robredo, yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden.
Salah satu faktor penentu kemenangan Bongbong dalam pemilu kali ini adalah kampanye di media sosialnya yang kuat. Bongbong menargetkan kaum muda yang lahir setelah pemerintahan ayahnya, 1986.
Sebuah video mulai beredar di Facebook saat ulang tahun ke-104 mendiang Presiden Ferdinand Marcos Sr, tepatnya pada 11 September 2022. Video itu menunjukkan serangkain gambar simpatisan keluarga Marcos yang mengucapkan selamat ulang tahun sekaligus menyampaikan terima kasih atas jasanya, disusul pernyataan Bongbong yang membuat penghormatan panjang soal visi ayahnya untuk Filipina.
Dengan musik yang ceria, klip berdurasi delapan menit ini dibumbui dengan foto-foto jembatan, saluran listrik, rumah sakit spesialis, bahkan pembangkit listrik tenaga nuklir yang dibangun di bawah pemerintahan Marcos Sr.
Video tersebut berhasil dilihat lebih dari 4,7 juta kali. Untuk 10 juta pengikut media sosial Bongbong, video seperti ini memberi narasi tentang era kebesaran ekonomi yang hilang.
Seperti dikutip dari ABC, Selasa, 10 Mei 2022, warisan dari infrastruktur Marcos faktanya adalah tumpukan utang yang membengkak dari US$ 843 juta ketika ia menjabat pada tahun 1965, menjadi lebih dari US$ 39 miliar pada saat ia digulingkan. Selama beberapa dekade setelah Marcos diasingkan oleh "Revolusi Kekuatan Rakyat", Filipina dikenal bahkan sebagai "orang sakit Asia" karena ekonominya yang sedang berjuang. Pembangkit listrik tenaga nuklir yang juga didanai pinjaman luar negeri, tidak pernah beroperasi.
Propaganda Pro-Marcos yang mendominasi platform seperti Facebook, YouTube, dan TikTok membantu menulis ulang masa lalu bagi banyak orang yang tidak hidup melalui realitas kelam di era itu. Sekitar setengah dari 67,5 juta pemilih yang memenuhi syarat di negara itu berusia antara 18 dan 42 tahun.
Di media sosial, era Marcos sedang menikmati momen nostalgia yang cerah. Dalam satu tren TikTok yang viral, pengguna mengambil tantangan untuk merekam reaksi anggota keluarga mereka yang lebih tua saat mereka memainkan March Of The New Society, sebuah lagu yang terkait dengan periode darurat militer.
<!--more-->
Banyak yang tidak tahu tahun-tahun brutal darurat militer yang dimulai pada tahun 1972, ketika ribuan orang dibunuh dan disiksa. Hanya sedikit juga yang tahu, bagaimana keluarga Marcos mengumpulkan miliaran kekayaan haram dengan mengorbankan warganya.
Salah satu disinformasi lain yang mendapatkan daya tarik online mengklaim, tidak ada penangkapan yang dilakukan selama darurat militer masa di Marcos. Padahal dia sendiri mengakui kepada Amnesty International pada tahun 1975 bahwa 50.000 orang ditangkap.
Berbeda dengan sejumlah platform pendongkrak popularitas Marcos, Twitter pada 21 Januari 2022 menyebut telah membekukan ratusan akun, yang mempromosikan kandidat Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dalam pemilu presiden. Tindakan promosi itu, masuk kategori pelanggaran aturan dan manipulasi.
Twitter saat itu mengatakan telah mengevaluasi, baik itu menggunakan tenaga manusia dan teknologi, untuk memutuskan membekukan lebih dari 300 akun dan tagar. Twitter juga sedang melakukan sejumlah investigasi untuk beberapa kasus yang terjadi.
Saat kampanye, Bongbong kerap kali menghindari debat lawan rival utamanya dan enggan diwawancara dengan awak media. Bongbong mengaku tidak ingin terjebak pada disinformasi dan hanya ingin menyampaikan kampanye positif dengan memuji sang ayah dan menolak menjawab pertanyaan soal era darurat militer.
Saat Bongbong di atas angin kemenangannya dalam pemilihan presiden, banyak di antara jutaan pemilih Robredo marah dengan upaya "kurang ajar" dinasti Marcos menggunakan media sosialnya dalam menyampaikan kembali narasi sejarah masa kekuasaan yang sebenarnya kelam. Keluarga Marcos sendiri telah membantah melakukan kesalahan dan banyak pendukungnya, seperti blogger dan influencer media sosial mengatakan catatan sejarah telah terdistorsi.
Kelompok hak asasi manusia Karapatan meminta orang Filipina untuk menolak kepresidenan Bongbong karena dibangun di atas kebohongan dan disinformasi "untuk menghilangkan bau citra menjijikkan Marcos". Seperti diwartakan Reuters, sekitar 400 orang yang sebagian besar mahasiswa, melakukan protes di luar komisi pemilihan pada hari Selasa melawan Marcos karena menduga ada penyimpangan pemilihan.
Komisi pemilihan, yang mengatakan jajak pendapat itu relatif damai, dijadwalkan untuk memutuskan petisi yang berusaha membatalkan penolakannya terhadap pengaduan yang mencoba menghalangi Ferdinand Marcos Jr. dari pemilihan presiden.
ABC | REUTERS