Sistem Pemilu Israel Sumber Pluralisme dan Ketidakstabilan

Reporter

Editor

Minggu, 8 Februari 2009 10:28 WIB

TEMPO Interaktif, Yerusalem: Sistem pemilihan umum Israel mencerminkan berbagai arus politik dalam masyarakat, tetapi juga telah berulang kali berada di balik kegagalan pemerintah Israel untuk membentuk koalisi yang stabil.

Sistem perwakilan proporsional negara itu berarti bahwa setiap partai dapat memasuki parlemen, atau Knesset, beranggotakan 120 orang, jika melewati ambang batas dua persen dari suara rakyat.

Jumlah kursi yang diperoleh partai adalah proporsional terhadap jumlah suara yang diterima.

Dalam pemilihan dari Selasa mendatang, yang merupakan pemilihan ke-18 sejak negara Yahudi itu terbentuk pada 1948, lebih dari lima juta warga akan diizinkan untuk memilih di 9.263 tempat pemilihan di seluruh negeri itu.

33 partai akan berjuang untuk kursi di Knesset mendatang, yang mencerminkan peta politik pemilih negara itu. Berbagai jajak pendapat memperkirakan hanya sekitar setengah dari mereka yang akan masuk ke parlemen.

Setelah hasil resmi, Presiden Shimon Peres memiliki tujuh hari untuk membentuk pemerintahan berikutnya kepada pemimpin partai yang mengatakan dia siap untuk melakukannya.

Pemimpin partai kemudian memiliki 28 hari untuk membentuk sebuah koalisi. Jika perlu Peres dapat memperpanjang tenggat waktu 14 hari lagi.

Jika koalisi gagal muncul, dia dapat menetapkan pemimpin partai lainnya dengan tugas itu dan orang ini akan memiliki 28 hari untuk membentuk sebuah pemerintah.

Jika tawaran ini gagal, Peres kemudian dapat memberikan tugas kepada pihak ketiga, tetapi jika orang ini tidak berhasil dalam waktu 14 hari, maka presiden akan menyelenggarakan pemilihan baru.

Siapa pun yang pertama membentuk koalisi dengan setidaknya 61 legislator umumnya menjadi pemimpin partai yang memenangkan pemilihan, walaupun ini tidak wajib.

Tidak ada satu partai di Israel yang pernah mampu meraih 61 kursi mayoritas yang memungkinkannya memimpin sendirian.

Dua kali, pada tahun 1996 dan 1999 - warga Israel memilih langsung perdana menteri. Pada 2001, pemilihan perdana menteri khusus diadakan setelah perdana menteri dari Partai Buruh Ehud Barak tidak dapat memenangkan dukungan Knesset.

Menciptakan koalisi dapat sangat memayahkan, karena partai pemimpin harus mengakomodasi tuntutan partai yang berbeda di kabinet baru, di mana masing-masing memiliki agenda.

Hal ini menjadi sumber utama ketidakstabilan di sebagian besar pemerintah Israel, di mana hanya enam dari 17 parlemen lalu yang dapat menyelesaikan mandat empat tahun mereka.

Selama 13 tahun, pemilihan telah dilakukan enam kali karena partai-partai menarik dukungannya dari pemerintah.

Keberhasilan politik tawar-menawar yang dimulai setelah hari pemilihan akan menentukan seberapa kuat dan sehatnya pemerintah Israel mendatang.

AFP | ERWIN Z

Berita terkait

UEA Cegat Rudal Houthi, Ditembakkan saat Kunjungan Presiden Israel

31 Januari 2022

UEA Cegat Rudal Houthi, Ditembakkan saat Kunjungan Presiden Israel

Uni Emirat Arab berhasil mencegat sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi dari Yaman ketika negara Teluk itu menjamu Presiden Israel

Baca Selengkapnya

Biro Travel Khawatirkan Larangan Turis Berpaspor Indonesia Masuk Israel

31 Mei 2018

Biro Travel Khawatirkan Larangan Turis Berpaspor Indonesia Masuk Israel

Aturan pelarangan masuk Israel bagi turis berpaspor Indonesia membuat banyak tamu mempertanyakan hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Kedutaan Besar Amerika di Israel Akan Pindah ke Yerusalem

29 Agustus 2017

Kedutaan Besar Amerika di Israel Akan Pindah ke Yerusalem

Netanyahu menunjukkan ekspresi penghargaannya kepada Trump dan pemerintahannya yang selama ini memberikan dukungan kuat bagi Israel.

Baca Selengkapnya

Kesepian, Monyet Rawat dan Bermain dengan Anak Ayam

26 Agustus 2017

Kesepian, Monyet Rawat dan Bermain dengan Anak Ayam

Niv, monyet dari spesies Macaque telah menghabiskan waktunya dengan menjaga, membelai, membersihkan, dan bermain dengan seekor anak ayam.

Baca Selengkapnya

Gereja Ortodoks Yunani Protes Israel Propertinya Dijual ke Yahudi

15 Agustus 2017

Gereja Ortodoks Yunani Protes Israel Propertinya Dijual ke Yahudi

Pemimpin Gereja Ortodoks Yunani di Yerusalem tolak keputusan pengadilan Israel yang menyetujui penjualan properti gereja ke ke perusahaan Yahudi.

Baca Selengkapnya

Israel akan Tutup Kantor Berita Al Jazeera

7 Agustus 2017

Israel akan Tutup Kantor Berita Al Jazeera

Israel menganggap siaran berita Al Jazeera bersifat menghasut.

Baca Selengkapnya

Sensitivitas Al-Aqsa dan Kebijakan Israel

26 Juli 2017

Sensitivitas Al-Aqsa dan Kebijakan Israel

Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.

Baca Selengkapnya

Ditembaki Rudal, Israel Balas Serang Pos Hamas di Gaza  

24 Juli 2017

Ditembaki Rudal, Israel Balas Serang Pos Hamas di Gaza  

Tank milik Israel menyerang pos pemantau milik Hamas di Gaza, Senin, 24 Juli 2017, sebagai balasan atas tembakan rudal dari arah perbatasan Palestina.

Baca Selengkapnya

Israel Akan Membangun Pulau Buatan di Gaza

14 Mei 2017

Israel Akan Membangun Pulau Buatan di Gaza

Trump akan tiba di Yerusalem pada 22 Mei 2017 untuk membicarakan masalah perdamaian antara Israel dan Palestina.

Baca Selengkapnya

Bahasa Arab Akan Dihapus dari Bahasa Resmi Israel  

9 Mei 2017

Bahasa Arab Akan Dihapus dari Bahasa Resmi Israel  

Sejumlah menteri dalam kabinet Israel menyetujui RUU kontroversial yang akan menghapus status bahasa Arab sebagai bahasa resmi Israel.

Baca Selengkapnya