Cina Ngotot dengan Kebijakan 'Nol Covid', Ini Sebabnya
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 27 Januari 2022 15:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Cina tetap ngotot menerapkan kebijakan "nol-Covid" meskipun harus berseberangan dengan seluruh dunia dan bisa menyebabkan pukulan lebih berat terhadap ekonomi.
Cina khawatir penerapan kebijakan "hidup dengan Covid" seperti dilakukan di negara lain akan mengganggu kemampuan sistem perawatan kesehatan untuk mengatasi Covid-19 dan beradaptasi dengan jenis baru.
"Untuk negara besar dengan populasi 1,4 miliar, harus dikatakan bahwa efektivitas biaya pencegahan dan pengendalian negara kami sangat tinggi," kata Liang Wannian, kepala kelompok ahli pencegahan epidemi di Komisi Kesehatan Nasional Cina, Sabtu, 22 Januari 2022.
Pakar medis Cina sebelumnya yakin bahwa tingkat vaksinasi yang lebih tinggi pada akhirnya akan memungkinkan Cina untuk melonggarkan aturan ketat pergerakan masyarakat. Namun kemunculan varian Omicron yang sangat menular memupus harapan tersebut.
Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional
Kristalina Georgieva, meminta Cina "meninjau kembali" pendekatannya, karena menjadi "beban" bagi ekonomi Cina dan global.
Tetapi Cina khawatir biaya untuk menurunkan pertahanannya dapat lebih tinggi, terutama dengan sistem perawatan kesehatan yang tertinggal.
“Dengan populasi yang besar dan kepadatan yang tinggi, pemerintah Cina sudah sepatutnya mengkhawatirkan dampak penyebaran virus tersebut,” kata Jaya Dantas, profesor kesehatan internasional di Curtin School of Population Health di Perth, Australia.
Cina memiliki 4,7 juta perawat pada akhir 2020, atau 3,35 per 1.000 orang. Bandingkan dengan Amerika Serikat, yang memiliki 3 juta atau sekitar 9 per 1.000 populasi.
Cina juga mewaspadai risiko varian baru, terutama karena menolak mengimpor vaksin asing. Studi menunjukkan vaksin Cina kurang efektif melawan Omicron dan belum meluncurkan versi mRNA-nya sendiri.
Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, memperingatkan Omicron yang "berbahaya" masih dapat menyebabkan peningkatan jumlah kematian bahkan jika terbukti kurang mematikan, dan Cina harus tetap bersabar.
"Kapasitas dan standar medis Cina tidak sebaik Inggris atau Amerika Serikat, tetapi hasil pencegahan dan pengendalian virus corona Cina jauh lebih unggul," katanya dalam wawancara akhir pekan dengan Beijing News.
Cina telah meningkatkan peringatan kesehatannya, mendesak warga untuk mengabaikan klaim bahwa Omicron tidak lebih serius daripada 'flu dan tetap waspada".
Selanjutnya Ekonomi tetap tumbuh
<!--more-->
Media pemerintah Cina Global Times, Rabu, mengecam media luar negeri karena "mengejek" kebijakan Beijing, dengan mengatakan negara itu terbukti telah menyelamatkan nyawa.
Kritik asing "didasarkan pada optimisme yang tidak berdasar atau prematur mengenai berakhirnya pandemi" tulis media tersebut.
Para ahli di Cina dan luar negeri juga meragukan harapan bahwa Omicron mewakili tahap akhir pandemi.
"SARS-CoV-2 tidak akan secara ajaib berubah menjadi infeksi endemik seperti malaria di mana tingkatnya tetap konstan untuk waktu yang lama," kata Raina MacIntyre, kepala Program Penelitian Biosekuriti di Institut Kirby Universitas New South Wales.
"Itu akan terus menyebabkan gelombang epidemi, didorong oleh berkurangnya kekebalan vaksin, varian baru, kelompok warga yang tidak divaksinasi, kelahiran dan migrasi," katanya kepada Reuters.
Ekonomi Cina diperkirakan akan melambat sebagai akibat dari gangguan pasokan terkait Covid-19, sementara penguncian untuk meredam wabah domestik membebani perjalanan dan konsumsi.
Pendekatan "nol-Covid" Hong Kong telah membuat kota itu tidak sejalan dengan pusat keuangan global lainnya dan menghancurkan ekonominya.
Namun, ekonomi Cina tetap tangguh, dengan pertumbuhan PDB sebesar 8,1 persen tahun lalu, jauh melebihi ekspektasi.
MacIntyre dari Kirby Institute mengatakan itu bukan "pilihan biner" antara membuka dan tetap terisolasi, menambahkan "tidak perlu menyerah pada virus, seperti yang dilakukan Australia saat ini."
Cina masih bisa keluar dari krisis di posisi terkuat, terutama jika Covid menyebabkan kerusakan kognitif yang meluas, kerusakan organ dan kondisi jangka panjang lainnya di negara lain, katanya.
“Jika Cina bisa mengendalikan sebagian besar virus, populasi mereka akan bugar dan sehat di masa depan, sementara Amerika Serikat dan Eropa akan mengeluh di bawah beban penyakit kronis yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
REUTERS