Suami-Istri Ortega-Murill Menang Pilpres Nikaragua: Dikecam AS, Didukung Rusia
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Selasa, 9 November 2021 17:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Nikaragua Daniel Ortega mempertahankan posisinya untuk keempat kalinya berturut-turut setelah menang pemilihan, Minggu, 7 November 2021.
Dewan Pemilihan Tertinggi Nikaragua mengatakan bahwa dengan hampir semua surat suara dihitung, penghitungan awal membuat aliansi Sandinista Ortega menang dengan sekitar 76 persen suara, demikian dilaporkan Reuters, Selasa, 9 November 2021.
Daniel Ortega sejak 2017 berpasangan dengan istrinya, Rosario Murill, sebagai wakil presiden.
Namun kemenangan, yang oleh oposisi dinilai diraih dengan memenjarakan lawan politiknya menjelang pemilihan, terancam sanksi Amerika Serikat.
Pada bulan-bulan menjelang pemilihan hari Minggu, negara-negara Barat dan banyak negara Amerika Latin telah menyatakan keprihatinan mendalam tentang pemungutan suara ketika Ortega menahan lawan dan mengkriminalisasi perbedaan pendapat.
Pengamat pemilu dari Uni Eropa dan Organisasi Negara-negara Amerika tidak diizinkan untuk mengamati proses pilpres dan wartawan asing dilarang memasuki Nikaragua.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya akan bekerja dengan pemerintah demokratis lainnya dan siap menggunakan berbagai alat, termasuk kemungkinan sanksi, pembatasan visa, dan tindakan terkoordinasi terhadap mereka yang terlibat dalam mendukung "tindakan tidak demokratis" pemerintah Nikaragua.
Anggota Demokrat di Kongres AS mendorong Presiden Joe Biden mendukung Renacer Act yang bertujuan untuk mengintensifkan tekanan pada Ortega dan mengejar kerja sama regional yang lebih besar untuk meningkatkan institusi demokrasi.
Sebuah pernyataan dari 27 anggota UE menuduh Ortega melakukan "penahanan, pelecehan, dan intimidasi sistematis" terhadap lawan, jurnalis, dan aktivis.
Pemilihan "mengantar Nikaragua berubah menjadi rezim otokratis," kata UE. Kanada, Cile, Kosta Rika, Spanyol dan Inggris menyerukan agar para pemimpin oposisi yang ditahan dibebaskan.
"Pemilu tidak bebas, adil, dan kompetitif," kata Jose Manuel Albares, menteri luar negeri Spanyol.
Dalam pidato yang berlangsung lebih dari satu jam pada Senin malam, Ortega membalas tekanan Amerika Serikat dan Eropa itu dengan menyebut mereka "imperialis Yankee."
"Mereka ingin menjadi ketua Dewan Pemilihan Tertinggi... menghitung suara orang-orang Nikaragua," kata Ortega, berbicara di depan pendukung di Lapangan Revolusi di Managua. "Itu tidak akan terjadi lagi di Nikaragua. Tidak akan pernah lagi, tidak akan pernah lagi."
Tentang lawan-lawannya yang dipenjara, Ortega mengatakan, "Mereka bukan orang Nikaragua, mereka tidak punya tanah air."
Jika AS dan Barat mengecam Ortega, maka Kuba, Venezuela, dan Rusia menawarkan dukungan kepadanya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan seruan AS agar negara-negara tidak mengakui hasil pemilihan "tidak dapat diterima."
Selanjutnya Politik represif
<!--more-->
Kemenangan Ortega dinilai maikn mengkonsolidasikan model politik represif yang telah ia bangun dalam beberapa tahun terakhir bersama istrinya, Wakil Presiden Rosario Murillo.
Mantan pemberontak Marxis yang menggulingkan kediktatoran keluarga sayap kanan Somoza pada akhir 1970-an ini, mengatakan dia membela Nikaragua dari musuh tidak bermoral yang bertekad menggulingkannya dengan bantuan kekuatan asing.
Pemerintahannya telah meloloskan serangkaian undang-undang yang memudahkan mengadili lawan-lawannya dengan tuduhan kejahatan seperti "mengkhianati tanah air."
Hanya lima kandidat kurang dikenal dari partai-partai kecil sekutu Sandinista Ortega yang diizinkan mencalonkan diri melawannya.
"Kebanyakan orang yang saya kenal memutuskan untuk tidak memilih, mereka mengatakan itu gila," kata Naomi, penentang pemerintah dari pelabuhan timur Bluefields, yang menolak memberikan nama belakangnya karena takut akan pembalasan.
"Apa yang mereka lakukan di sini adalah lelucon."
Otoritas pemilihan Nikaragua mengatakan jumlah pemilih sekitar 65 persen.
Pada1979 sampai 1990, Ortega menjadi presiden namun gagal meprtahankannya. Ia kemudian kembali terpilih sebagai presiden pada 2007 dan mempertahankan kekuasaannya sampai sekarang.
Setelah awalnya berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang solid dan menarik investasi swasta, pemerintah Ortega mengubah arah sebagai tanggapan atas protes anti-pemerintah tahun 2018. Lebih dari 300 orang tewas selama penumpasan berikutnya.
Puluhan ribu orang Nikaragua meninggalkan negara itu. Banyak dari mereka berkumpul di negara tetangga Kosta Rika pada hari Minggu untuk menunjukkan perlawanan terhadap Ortega.
Ketidakpuasan yang berkepanjangan diperkirakan akan memicu lebih banyak emigrasi ke Kosta Rika dan Amerika Serikat. Sejumlah besar orang Nikaragua ditangkap di perbatasan AS tahun ini.
Aktivis HAM Haydee Castillo, yang ditangkap pada 2018 dan sekarang tinggal di Amerika Serikat, menyebut pemilu itu lelucon. "Dia tidak kebobolan apa pun meskipun ada resolusi dan deklarasi yang dibuat oleh komunitas internasional," kata Castillo.