Cina Pertahankan Kebijakan Tanpa Toleransi Covid-19, Bisa Ancam Perekonomian
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Selasa, 2 November 2021 16:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Cina mempertahankan kebijakan tanpa toleransi terhadap kasus Covid-19, meski negara lain banyak yang memilih hidup berdampingan dengan virus corona.
Menurut sejumlah pakar, kebijakan tersebut diambil karena memungkinkan pemerintah Cina dengan cepat memadamkan wabah lokal, sementara virus corona terus menyebar di luar perbatasannya.
Untuk menghentikan kasus lokal berubah menjadi wabah yang lebih luas, Cina mengembangkan dan terus menyempurnakan persenjataannya untuk memerangi Covid – termasuk pengujian massal, penguncian, dan pembatasan perjalanan – bahkan ketika tindakan itu terkadang mengganggu ekonomi lokal.
"Kebijakan (di Cina) akan bertahan lama," kata Zhong Nanshan, pakar penyakit pernapasan yang membantu merumuskan strategi Covid Cina pada awal 2020, kepada media pemerintah, seperti dikutip Reuters, Selasa, 2 November 2021.
"Berapa lama itu akan bertahan tergantung pada situasi pengendalian virus di seluruh dunia."
Pada Juli-Agustus, Cina menghitung total lebih dari 1.200 orang terpapar. Di Cina utara, sekitar 538 kasus lokal dilaporkan antara 17 Oktober dan 1 November.
Meskipun beban kasusnya lebih rendah dibandingkan banyak negara, penyebaran infeksi secara geografis telah membatasi sektor rekreasi dan pariwisata Cina.
Sejak 23 Oktober, agen perjalanan tidak diizinkan untuk mengatur pariwisata antar provinsi tertentu. Pembatasan seperti itu mempengaruhi perjalanan ke hampir sepertiga dari 31 wilayah tingkat provinsi daratan termasuk Beijing.
Banyak kota dengan infeksi juga telah menutup tempat hiburan dan budaya dalam ruangan. SBerbagai pertunjukan teater dan konser telah ditunda atau dibatalkan.
Cina juga mewajibkan karantina berminggu-minggu bagi sebagian besar pelancong yang datang dari luar negeri.
Sebaliknya, beberapa negara Asia-Pasifik mulai membuka secara selektif untuk pelancong internasional yang divaksinasi penuh karena mereka berusaha menghidupkan kembali perekonomian dari sektor wisata.
Keberhasilan menahan penyebaran membuat Cina akan tetap berpegang pada toleransi nol terhadap kasus-kasus domestik setidaknya untuk satu tahun lagi, kata analis Gavekal Dragonomics Ernan Cui dalam sebuah catatan.
"Para pejabat tampaknya percaya bahwa menyerah pada pendekatan toleransi nol hanya akan menggantikan satu set masalah dengan yang lain," tulis Cui.
Pakar penyakit pernapasan Zhong mengatakan kepada media pemerintah CGTN bahwa tingkat kematian penyakit saat ini sebesar 2% secara global, meskipun telah divaksinasi, tidak dapat ditoleransi di Cina.
"Tanpa toleransi memang membutuhkan biaya besar, tetapi membiarkan virus menyebar lebih mahal," kata Zhong.
Beberapa negara telah melonggarkan pembatasan namun masih melaporkan beberapa kelompok kecil, yang mengarah ke serangkaian infeksi baru sehingga memaksa mereka untuk mundur lagi, kata Zhong.
Kebijakan yang berubah-ubah seperti itu membutuhkan biaya lebih banyak, dan memiliki dampak lebih besar pada publik, katanya.
Biaya perawatan pasien Covid-19, yang rata-rata 20.000 yuan dan terkadang lebih dari 1 juta yuan untuk mereka yang sakit kritis, menghabiskan 2,8 miliar yuan (Rp6,2 triliun) pada akhir Juni, semuanya dibayar oleh pemerintah.