Junta Larang Utusan ASEAN Bertemu Suu Kyi, Malaysia: Tidak Ada Niat Kerja Sama
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Senin, 4 Oktober 2021 19:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Larangan Junta Militer pada utusan khusus ASEAN bertemu pemimpin pro-demokrasi terguling Aung San Suu Kyi, memancing reaksi keras Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah, demikian dilaporkan CNA, Senin, 4 Oktober 2021.
Ia mengatakan, kegagalan Myanmar untuk bekerja sama dengan utusan khusus ASEAN akan mempersulit pemimpin Junta Militer negara itu menghadiri pertemuan puncak Perhimpunan Bansa-Bangsa Asia Tenggara.
Dalam sebuah unggahan di Twitter, Saifuddin Abdullah mengatakan dia kecewa atas tidak adanya niat militer yang berkuasa di Myanmar untuk bekerja sama.
Ia mengingatkan, jenderal tertinggi Myanmar pada April lalu menyatakan berkomitmen pada peta jalan perdamaian lima langkah setelah kudeta 1 Februari.
Sebelumnya, Junta Myanmar mengatakan tidak mungkin utusan khusus ASEAN Erywan Yusof, yang ditugaskan memfasilitasi dialog di negara yang dilanda kudeta itu akan diizinkan untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi.
"Sulit untuk mengizinkan pertemuan dengan mereka yang menghadapi persidangan," kata juru bicara Junta, Zaw Min Tun, kepada AFP, Kamis, 30 September 2021.
"Kami akan mengizinkan pertemuan dengan organisasi resmi," tambah juru bicara Zaw Min Tun, tanpa memberikan perincian lebih lanjut tentang kapan Myanmar akan memberikan izin kepada utusan itu untuk berkunjung.
Aung San Suu Kyi saat ini sedang menghadapi sidang dugaan korupsi yang dituduhkan jaksa Junta.
Berikutnya: ASEAN Dipermainkan Junta
<!--more-->
Anggota Parlemen Malaysia, Charles Santiago, menilai Junta Myanmar telah mempermainkan ASEAN dengan melarang utusan khusus bertemu Suu Kyi.
"Berkali-kali sejak kudeta, junta telah mempermainkan ASEAN, menggunakannya untuk mencoba dan mendapatkan legitimasi, sementara pada saat yang sama meningkatkan pembalasan brutalnya terhadap rakyat," katanya dalam pernyataan yang disebarkan ke media.
Menurut dia, pertemuan dengan Aung San Suu Kyi, yang partainya memenangkan pemilihan November 2020, harus menjadi titik awal minimal dialog sebagaimana disepakati antara junta dan ASEAN dalam Konsensus Lima Poin mereka.
“Sudah sangat jelas bagi semua anggota ASEAN sekarang bahwa pendekatannya saat ini, yang menuruti setiap tuntutan Junta Militer, tidak akan mengarah ke mana pun," katanya.