Akses Taliban ke Dana Bantuan IMF untuk Afghanistan Diblokir

Kamis, 19 Agustus 2021 12:30 WIB

Seorang milisi Taliban yang memegang senapan serbu M16 berdiri di luar Kementerian Dalam Negeri di Kabul, Afganistan, 16 Agustus 2021.[REUTERS/Stringer]

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Dana Moneter Internasional (IMF) memutuskan untuk mematikan akses Afghanistan ke dana bantuan khusus. Nilainya kurang lebih USD 440 juta. Dikutip dari kantor berita Reuters, IMF mengambil keputusan tersebut karena belum jelasnya status pemerintahan Afghanistan usai diambil alih Taliban.

Langkah IMF menyusul langkah serupa dari Federal Reserve Amerika (The Fed). Diberitakan kemarin, Amerika meminta The Fed dan bank-bank yang memegang aset Afghanistan untuk membekukannya. Sebab, mereka tidak ingin Taliban sampai mendapat akses ke aset tersebut dan menyalahgunakannya. Taliban sendiri disebut memiliki aset senilai USD 10 miliar di luar negeri.

"Saat ini masih ada ketidakjelasan di komunitas internasional perihal status pemerintahan di Afghanistan. Konsekuensinya, negara terkait tidak bisa mengakses hak penarikan (dana bantuan) khusus atau dana IMF lainnya," ujar keterangan pers IMF, Rabu, 18 Agustus 2021.

IMF memastikan bahwa kebijakan itu bisa diubah misalkan ada kesepakatan di komunitas internasional. Mereka berkata, segala keputusan bergantung pada keputusan komunitas.

Secara terpisah, seorang pejabat Kementerian Keuangan Amerika menyampaikan bahwa sudah ada desakan dari parlemen untuk melobi IMF soal dana Afghanistan. Tujuan utamanya, dikutip dari Reuters, memastikan IMF tidak memberikan hak penarikan (dana bantuan) khusus ke Afghanistan atau Taliban.

Selama ini, pemberian dana bantuan IMF untuk negara konflik atau negara pasca-kudeta bergantung pada keputusan anggota-anggotanya. Sebagai contoh, pada tahun 2019, IMF menahan akses Venezuela ke dana bantuan khusus karena 50 anggotanya tidak mengakui pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

Kasus yang lebih baru adalah soal Myanmar. IMF tidak memberikan dana ke Negeri Seribu Pagoda tersebut pasca-kudeta 1 Februari 2021. Sebab, anggota IMF tidak mengakui pemerintahan Junta Myanmar.

Soal status Afghanistan di bawah Taliban, belum ada perkembangan lebih lanjut dari komunitas internasional. Amerika, sebagai negara yang paling sering berurusan dengan Taliban, menyatakan bakal mengakui pemerintahan baru Afghanistan selama ada demokrasi dan HAM dihormati.

Baca juga: Khawatir Diambil Taliban, Amerika Bekukan Aset Afghanistan

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

1 hari lalu

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

Retno Marsudi menyoroti kesenjangan pembangunan sebagai tantangan besar yang dihadapi negara-negara anggota OKI

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

3 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

3 hari lalu

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

Afganistan yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah menawarkan banyak hal untuk dijelajahi, misalnya situs bersejarah dan budaya.

Baca Selengkapnya

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

3 hari lalu

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Afganistan meningkat. Turis asing paling banyak berasal dari Cina.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

6 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

ISIS Cabang Afghanistan Klaim Bertanggung Jawab atas Serangan Moskow, Siapa Mereka?

42 hari lalu

ISIS Cabang Afghanistan Klaim Bertanggung Jawab atas Serangan Moskow, Siapa Mereka?

Serangan mematikan di Moskow yang diklaim oleh afiliasi ISIS menyebabkan 137 orang tewas dan sekitar 100 orang terluka.

Baca Selengkapnya

Dampak Serangan Houthi, Volume Perdagangan Lewat Terusan Suez Anjlok hingga 50 Persen

59 hari lalu

Dampak Serangan Houthi, Volume Perdagangan Lewat Terusan Suez Anjlok hingga 50 Persen

Volume perdagangan lewat Terusan Suez turun hingga 50 persen dalam dua bulan pertama 2024 akibat serangan Houthi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kirim Bantuan Vaksin Polio ke Afghanistan

59 hari lalu

Indonesia Kirim Bantuan Vaksin Polio ke Afghanistan

Indonesia bekerja sama di antaranya dengan UNICEF memberikan bantuan vaksin polio bOPV ke Afghanistan

Baca Selengkapnya

Inggris Tangkap 5 Anggota Pasukan Khusus SAS, Diduga Terlibat Kejahatan Perang di Suriah

6 Maret 2024

Inggris Tangkap 5 Anggota Pasukan Khusus SAS, Diduga Terlibat Kejahatan Perang di Suriah

Lima anggota unit pasukan khusus elit SAS Inggris ditangkap karena dicurigai melakukan kejahatan perang di Suriah

Baca Selengkapnya

Profil Shehbaz Sharif, Dua Kali Pemenang Posisi Perdana Menteri Pakistan

4 Maret 2024

Profil Shehbaz Sharif, Dua Kali Pemenang Posisi Perdana Menteri Pakistan

Shehbaz Sharif, yang kembali menjabat perdana menteri Pakistan untuk kedua kali, telah memainkan peran penting dalam menyatukan koalisi yang berbeda.

Baca Selengkapnya