Reuters/Ipsos: Popularitas Joe Biden di Level Terendah Usai Kemenangan Taliban

Reporter

Tempo.co

Rabu, 18 Agustus 2021 16:00 WIB

Presiden AS Joe Biden berbicara tentang rencana pemerintahannya untuk memperkuat manufaktur Amerika selama penampilan singkat di South Court Auditorium di Gedung Putih di Washington, AS, 25 Januari 2021. [REUTERS / Kevin Lamarque]

TEMPO.CO, Jakarta - Peringkat persetujuan Presiden Joe Biden turun 7 poin persentase dan mencapai level terendah sejak menjabat setelah pemerintah Afganistan yang didukung AS runtuh oleh Taliban selama akhir pekan, membuat ribuan warga sipil dan sekutu militer Afganistan melarikan diri demi keselamatan mereka, menurut survei yang dilakukan Reuters/Ipsos.

Jajak pendapat nasional, yang dilakukan pada Senin, menemukan bahwa 46% orang dewasa Amerika menyetujui kinerja Joe Biden sejak menjabat, terendah yang tercatat dalam jajak pendapat mingguan yang dimulai ketika Biden menjabat pada Januari.

Angka survei itu juga turun dari 53% dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos serupa yang berlangsung pada hari Jumat.

Empat puluh persen pemilih terdaftar mengatakan dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos bahwa mereka akan memilih Demokrat dalam pemilihan kongres tahun depan, sementara 37% mengatakan mereka akan mendukung Partai Republik, dikutip dari Reuters, 18 Agustus 2021.

Jajak pendapat Reuters/Ipsos dilakukan secara online, dalam bahasa Inggris, di seluruh Amerika Serikat. Ini mengumpulkan tanggapan dari 947 orang dewasa Amerika, termasuk 403 Demokrat dan 350 Republik. Hasilnya memiliki interval kredibilitas, ukuran presisi, dari 4 poin persentase.

Advertising
Advertising

Jajak pendapat online Ipsos mengumpulkan tanggapan dari 1.000 orang, termasuk 443 Demokrat dan 247 Republik. Ini memiliki interval kredibilitas sekitar 4 poin persentase.

Milisi Taliban memasuki istana kepresidenan Afganistan beberapa jam setelah Presiden Ashraf Ghani meninggalkan negara itu, 15 Agustus 2021, dalam tangkapan gambar dari Al Jazeera TV.[Al Jazeera]

Popularitas Joe Biden turun ketika Taliban memasuki ibu kota Afganistan, Kabul, mengakhiri dua dekade kehadiran militer AS yang menelan biaya hampir US$1 triliun (Rp14.000 triliun) pembayar pajak dan ribuan nyawa orang Amerika.

Namun, mayoritas pemilih Partai Republik dan Demokrat mengatakan kekacauan itu adalah tanda bahwa Amerika Serikat harus pergi.

Jajak pendapat terpisah Ipsos, juga dilakukan pada hari Senin, menemukan bahwa kurang dari setengah orang Amerika menyukai cara Joe Biden mengarahkan upaya militer dan diplomatik AS di Afganistan tahun ini. Presiden, yang baru saja bulan lalu memuji pasukan Afganistan karena diperlengkapi dengan baik, dinilai lebih buruk daripada tiga presiden lainnya yang memimpin perang terpanjang Amerika Serikat.

Amerika Serikat dan sekutu Barat terus mengevakuasi diplomat dan warga sipil pada Selasa, satu hari setelah warga Afganistan memadati bandara Kabul dalam upaya putus asa untuk melarikan diri dari Taliban.

Orang Amerika mengungkapkan berbagai pendapat yang mungkin masih berkembang saat Taliban menyelesaikan pengambilalihannya atas negara tersebut.

Jajak pendapat Ipsos menemukan bahwa 75% orang Amerika mendukung keputusan untuk mengirim pasukan tambahan untuk mengamankan fasilitas utama di Afganistan sampai penarikan pasukan selesai, dan jumlah yang hampir sama mendukung evakuasi warga Afganistan yang membantu pasukan AS di negara itu.

Namun orang Amerika tampaknya sebagian besar tidak yakin tentang apa yang harus dipikirkan tentang perang, dengan mayoritas mengekspresikan pandangan yang agak kontradiktif tentang apa yang seharusnya dilakukan militer AS.

Misalnya, mayoritas anak berusia 18 hingga 65 tahun yang mengikuti survei Ipsos, atau 68%, setuju bahwa perang akan berakhir buruk, tidak peduli kapan AS pergi, dan 61% menginginkan Amerika Serikat untuk menyelesaikan penarikan pasukannya sesuai jadwal.

Namun mayoritas yang lebih kecil atau 51% juga setuju bahwa akan bermanfaat bagi Amerika Serikat untuk meninggalkan pasukan di Afganistan satu tahun lagi, dan 50% ingin mengirim pasukan kembali ke negara itu untuk memerangi Taliban.

Dalam banyak kasus, Partai Republik dan Demokrat tampaknya memiliki pandangan yang sama tentang perang: enam dari 10 Partai Republik dan tujuh dari 10 Demokrat setuju, misalnya, bahwa penyerahan cepat pemerintah Afganistan adalah bukti mengapa AS harus keluar dari konflik.

Sekitar 44% responden mengatakan mereka pikir Joe Biden telah melakukan "pekerjaan yang baik" di Afganistan. Sebagai perbandingan, 51% memuji cara mantan presiden Donald Trump dan Barack Obama menangani perang.

Persetujuan penanganan Biden di Afganistan bahkan lebih rendah daripada mantan Presiden George W. Bush, yang memerintahkan invasi Afganistan dan menancapkan kehadiran Amerika Serikat di negara itu.

Sekitar 47% orang Amerika merasa bahwa Bush melakukan pekerjaan dengan baik di Afganistan.

Jajak pendapat sejauh ini baru penurunan satua minggu, dan masih terlalu dini untuk mengatakan bagaimana pengambilalihan Taliban akan mempengaruhi Joe Biden secara politik.

Baca juga: Afghanistan Kalah dari Taliban, Karier Politik Joe Biden Diprediksi Terancam

REUTERS

Berita terkait

India Sangkal Pernyataan Xenophobia Joe Biden, Ini Sebabnya

1 jam lalu

India Sangkal Pernyataan Xenophobia Joe Biden, Ini Sebabnya

Joe Biden mengatakan xenophobia di Cina, Jepang dan India menghambat pertumbuhan di masing-masing negara, sementara migrasi berefek baik bagi ekonomi.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

1 hari lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

2 hari lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

2 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

2 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

3 hari lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

3 hari lalu

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

Afganistan yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah menawarkan banyak hal untuk dijelajahi, misalnya situs bersejarah dan budaya.

Baca Selengkapnya

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

3 hari lalu

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Afganistan meningkat. Turis asing paling banyak berasal dari Cina.

Baca Selengkapnya

Kronologi Perkemahan Pro-Palestina di Universitas-universitas AS

3 hari lalu

Kronologi Perkemahan Pro-Palestina di Universitas-universitas AS

Protes pro-Palestina yang menuntut gencatan senjata di Gaza dan divestasi perusahaan-perusahaan terkait Israel menyebar ke seluruh universitas AS.

Baca Selengkapnya

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

3 hari lalu

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

Presiden AS Joe Biden mengkritik gelombang unjuk rasa pro-Palestina yang berlangsung di berbagai kampus di seluruh negeri.

Baca Selengkapnya