Human Rights Watch: Junta Myanmar Pakai Hukuman Mati untuk Takuti Demonstran

Sabtu, 10 April 2021 22:00 WIB

Tank militer Myanmar berpartisipasi dalam parade pada peringatan Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. Militer Myanmar melakukan parade Hari Angkatan Bersenjata di tengah gejolak kudeta yang menewaskan ratusan orang. REUTERS/Stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Hak Asasi Manusia, Human Rights Watch, mengecam langkah junta Militer Myanmar yang menjatuhkan vonis mati terhadap 19 orang. Menurut Deputi Direktur Divisi Asia Human Rights Watch, Phil Robertson, hal itu menandakan Myanmar siap kembali ke masa-masa di mana hukuman mati adalah hal yang biasa untuk dijatuhkan ke terdakwa.

Hal yang mengkhawatirkan lagi, kata Robertson, hukuman mati tersebut dijatuhkan di pengadilan militer. Dengan kata lain, tidak ada potensi untuk banding, alih-alih pengadilan adil karena sifatnya yang tertutup.

"Tidak ada jaminan bakal ada pengadilan yang bebas dan adil dalam bentuk apapun, cara apapun," ujar Robertson, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu, 10 April 2021.

Diberitakan sebelumnya, 19 warga Myanmar divonis hukuman mati karena tuduhan mencuri dan membunuh personil militer. Menurut laporan media milik pemerintah Myanmar, peristiwa tersebut terjadi di kota Okkalapa, Yangon, di mana hukum militer diberlakukan. Alhasil, mereka disidangkan di Pengadilan Militer Myanmar.

Dari 19 orang yang divonis, sebanyak 17 di antaranya diadili secara in absentia. Dengan kata lain, persidangan berjalan tanpa kehadiran terdakwa. Hal tersebut menimbulkan kecurigaan bahwa vonis sudah ditetapkan sejak awal tanpa adanya kesempatan bagi terdakwa untuk membela diri.

Vonis mati itu sendiri menjadi yang pertama dalam 30 tahun terakhir. Walaupun hukuman mati selalu ada dalam kitab undang-undang hukum pidana, Myanmar jarang memberlakukannya seiring dengan perkembangan zaman. Namun, ketika kudeta meledak dan warga melawan per 1 Februari lalu, mendadak aturan itu dipakai lagi.

Robertson menduga pemberlakuan lagi hukuman mati adalah taktik militer Myanmar untuk menakut-nakuti warga. Militer Myanmar, kata Robertson, membutuhkan warga untuk berhenti melawan dan kembali bekerja agar perekonomian yang terpukul akibat pandemi, sanksi, serta kudeta bisa kembali pulih. Namun, seperti diketahui, mayoritas warga memilih untuk mogok kerja demi menekan Militer Myanmar.

"Inti misi mereka adalah menggunakan kekuatan dan kekerasan untuk mengusir semuanya dari jalanan serta mengakhiri gerakan pemberontakan sipil," ujar Robertson.

Per berita ini ditulis, jumlah korban meninggal selama kudeta Myanmar sudah melebihi 500 orang. Puluhan di antaranya adalah anak-anak. Mayoritas tewas ditembak oleh Militer Myanmar di tengah unjuk rasa.

Berbagai negara sudah menjatuhkan sanksi ke Myanmar untuk menekan negeri seribu pagoda itu, tapi hasilnya masih nihil. Militer Myanmar makin beringas, bahkan terang-terangan menyebut kematian warga adalah salah mereka sendiri. Walau begitu, PBB dikabarkan tetap mengirim utusan khususnya, Christine Schraner Burgener, untuk menegosiasikan jalan keluar atas kudeta Myanmar.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Vonis Mati 19 Orang karena Bunuh Rekan Kapten

ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA






Berita terkait

Di World Water Forum ke-10, RI Akan Usul Penetapan Hari Danau Sedunia

12 jam lalu

Di World Water Forum ke-10, RI Akan Usul Penetapan Hari Danau Sedunia

Pemerintah Indonesia akan mengusulkan penetapan Hari Danau Sedunia dalam acara World Water Forum ke-10 yang dihelat di Bali pada 18-25 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

1 hari lalu

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

Pengiriman bantuan pangan ke Gaza dari Siprus melalui jalur laut dilanjutkan pada Jumat malam

Baca Selengkapnya

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

1 hari lalu

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

Serangan Israel ke Gaza telah meninggalkan sekitar 37 juta ton puing di wilayah padat penduduk, menurut Layanan Pekerjaan Ranjau PBB

Baca Selengkapnya

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

2 hari lalu

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

Pemblokiran Israel terhadap penyelidik internasional memasuki Jalur Gaza menghambat penyelidikan independen atas kuburan massal yang baru ditemukan

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

2 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

3 hari lalu

70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

ActionAid mencatat setidaknya 70 persen dari ribuan korban jiwa di Gaza adalah perempuan dan anak perempuan.

Baca Selengkapnya

Jamaika secara Resmi Mengakui Palestina sebagai Negara

4 hari lalu

Jamaika secara Resmi Mengakui Palestina sebagai Negara

Jamaika secara resmi mengumumkan pengakuan Palestina sebagai sebuah negara setelah musyawarah kabinet.

Baca Selengkapnya

Polisi Pesta Narkoba di Cimanggis Depok, Kilas Balik Kasus Irjen Teddy Minahasa Terlibat Jaringan Narkoba

4 hari lalu

Polisi Pesta Narkoba di Cimanggis Depok, Kilas Balik Kasus Irjen Teddy Minahasa Terlibat Jaringan Narkoba

Polisi pesta narkoba belum lama ini diungkap. Bukan kali ini kasus polisi terlibat narkoba, termasuk eks Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa.

Baca Selengkapnya

Terbukti Kendalikan Peredaran Narkotika dari Penjara, Nasrun Divonis Hukuman Mati

4 hari lalu

Terbukti Kendalikan Peredaran Narkotika dari Penjara, Nasrun Divonis Hukuman Mati

Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis mati terhadap Nasrun alias Agam, terdakwa pengedar narkotika jenis sabu-sabu seberat 45 kilogram.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

4 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya