Kisah Pengungsi Rohingya Hidup Tak Tenang karena Difitnah
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Jumat, 9 April 2021 12:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Zafar Ahmad Abdul Ghani, 51 tahun, pengungsi Rohingya dan aktivis, selama tiga dekade sudah merasa Malaysia seperti negaranya sendiri. Namun sekarang rasanya seperti penjara.
Selama hampir setahun, Zafar mengaku tak pernah keluar rumah, yang berlokasi di Ibu Kota Kuala Lumpur. Kondisi itu terjadi setelah menyebar secara online informasi keliru, yang menyebut Zafar menuntut agar diberikan status kewarga-negaraan Malaysia. Salah informasi ini telah memicu gelombang ujaran kebencian dan ancaman kematian terhadap Zafar dan keluarganya.
“Sampai sekarang saya masih ketakutan. Saya sudah lama tidak keluar rumah atau melihat bumi di luar sana,” kata Zafar, yang sudah punya tiga anak.
Baca juga: Amerika Kaji Deklarasi Krisis Rohingya di Myanmar Sebagai Genosida
Zafar sudah melaporkan tuduhan palsu dan serangan lewat dunia maya yang dialaminya kepada polisi, namun sepengetahuannya, belum ada dakwaan yang dikeluarkan terhadap para pelaku.
Zafar menyangkal telah menuntut agar diberikan kewarga-negaraan Malaysia atau kesamaan hak sebagai warga etnis Rohingnya di Malaysia.
Ada lebih dari 100 ribu etnis Rohingya mengungsi di Malaysia. Negara itu dianggap bersahabat terhadap para pengungsi yang merupakan etnis minoritas kendati mereka tidak secara resmi diakui sebagai pengungsi.
Akan tetapi, sentimen terhadap etnis Rohingya muncul setahun lalu ketika orang-orang menuding mereka telah menyebarkan virus corona, yang kemudian melonjak dengan cepat.
Ujaran kebencian secara online menyerukan untuk melawan etnis Rohingya dan migran lainnya yang tidak berdokumen. Zafar, yang memilik organisasi hak-hak etnis Rohingya di Malaysia, tak pelak menjadi target.
Zafar mengaku masih menerima telepon dan pesan teror di ponselnya serta akun media sosialnya. Identitas dia dan keluarganya serta foto-foto mereka sudah menyebar online.
Zafar menikah dengan perempuan asal Malaysia Maslina Abu Hassan. Istrinya pun menjadi sasaran teror. Begitu pula dengan tiga anak mereka sampai tak ke sekolah karena alasan keamanan.
Juru bicara UNHCR di Kuala Lumpur belum bisa berkomentar untuk kasus-kasus yang bersifat individu. Sebab penyelesaian tergantung pada sejumlah faktor, namun pada akhirnya bergantung pada negara-negara yang menampung pengungsi itu.
Reaksi UNHCR itu bertolak-belakang dengan harapan Zafar, yang sangat ingin UNHCR mempertimbangkan kasusnya. Sebab dia merasa sudah tidak aman lagi di Malaysia.
Sumber: Reuters