Para pengunjuk rasa membuat formasi tameng saat terlibat bentrok dengan petugas keamanan di tengah aksi menolak Kudeta Militer Myanmar di Nyaung-U, Myanmar, 7 Maret 2021. Video/Reuters.
TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar belum berhenti membunuh para demonstran penentang kudeta. Dikutip dari kantor berita Reuters, Militer Myanmar membunuh kurang lebih 39 demonstran dalam unjuk rasa yang berlangsung di berbagai kota pada Ahad kemarin. Dari sekian banyak kota, angka korban terbesar ada di kawasan industrial Hlaingthaya di mana beberapa pabrik perusahaan asal Cina juga terbakar.
Apa atau siapa di balik kebakaran tersebut belum diketahui sampai sekarang. Kedutaan Besar Cina di Myanmar hanya mengatakan beberapa warga mereka sempat terjebak dalam pabrik dan mengalami luka-luka. Adapun ketika kebakaran itu terjadi, Militer Myanmar menembaki para demonstran dan mengakibatkan 22 di antaranya tewas.
"Benar-benar mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Saya tidak akan bisa melupakan hal ini," ujar salah seorang saksi mata yang enggan disebutkan namanya, Ahad, 14 Maret 2021.
Menurut stasiun televisi yang dikelola oleh Militer Myanmar, Myawadday, kebakaran tersebut dilakukan oleh warga. Adapun jumlah pabrik yang terbakar, kata mereka, ada empat dan merupakan pabrik garmen serta pupuk.
Tak lama setelah kebakaran itu terjadi, Militer Myanmar memberlakukan status darurat militer. Dengan status tersebut, maka militer berhak mengambil tindakan langsung dengan alasan untuk mengendalikan atau menertibkan warga yang melakukan perlawanan.
Status darurat militer tersebut diberlakukan Militer Myanmar di berbagai kota. Hlaingthaya adalah salah satunya mengingat besarnya angka korban dan kebakaran di sana. Selain Hlaingthaya, status tersebut juga diberlakukan Militer Myanmar di Yangon yang selama ini menjadi lokasi utama unjuk rasa menentang kudeta.
Militer Myanmar belum mau memberikan keterangan soal kebakaran di Hlaingthaya, korban jiwa yang terus bertambah, ataupun soal status darurat militer yang telah diberlakukan. Adapun Doctor Sasa, anggota Parlemen Myanmar yang digulingkan oleh junta militer, menyakini warga Hlaingthaya tidak bersalah dan mendukung mereka.
"Pelaku, penyerang, dan musuh dari warga Myanmar, junta militer, akan diminta pertanggungjawaban atas segala darah yang tumpah di tangan mereka," ujar Sasa.
Dengan 39 korban baru, maka jumlah korban tewas di Myanmar sudah melebihi angka 100. Per berita ini ditulis, negara-negara yang sudah memberikan sanksi kepada Myanmar belum memberikan pernyataan apakah mereka akan memperkuat sanksi terhadap junta militer.