Muslim Sri Lanka Protes Atas Kebijakan Kremasi Paksa Jenazah Covid-19

Jumat, 18 Desember 2020 18:00 WIB

Ilustrasi ruang kremasi. Domsovet.tv

TEMPO.CO, - Kremasi paksa terhadap bayi berusia 20 hari korban Covid-19 di Sri Lanka menuai protes. Pasalnya bayi bernama Syekh itu berasal dari keluarga muslim. Kremasi pun diduga dilakukan tanpa persetujuan keluarganya.

Ayah Syekh, MFM Fahim, mengatakan pihak keluarga telah bertanya kepada pihak berwenang mengapa Syekh dikremasi sementara tidak dokumen persetujuan atau sejenisnya yang ditandatangani. “Mereka bilang karena bayinya pasien positif Covid-19, mereka boleh dikremasi. Seolah-olah mereka buru-buru mengkremasi bayi kami," katanya dikutip dari Aljazeera, Jumat, 18 Desember 2020.

“Kami akan merasa terhibur jika mereka mengizinkan kami untuk menguburkannya daripada mengkremasinya dengan paksa. Itulah yang tak tertahankan, "kata Fahim.

Advertising
Advertising

Dalam ajaran Islam, seseorang yang meninggal dunia harus dikuburkan. Namun kebijakan kremasi wajib yang diterapkan pemerintah Sri Lanka bagi mereka yang terinfeksi Covid-19 membuat komunitas minoritas merasa tidak berdaya dan marah.

Kebijakan ini diduga mengabaikan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengizinkan penguburan. Sri Lanka pada Maret lalu mewajibkan kremasi bagi orang yang meninggal atau diduga meninggal akibat infeksi virus corona.

Bayi Syekh dikremasi secara paksa di sebuah pemakaman di Borella, pinggiran terbesar ibu kota Sri Lanka, Kolombo pada 9 Desember kemarin. Ia adalah yang termuda di antara 15 Muslim lain yang dikremasi.

“Itu adalah keputusan komunal yang mereka ambil. Pemerintah ingin melukai perasaan minoritas. Mereka melanggar pedoman WHO dan hak asasi manusia," kata Ketua Aliansi Persatuan Nasional (NUA) dan mantan gubernur Provinsi Barat, Azath Salley.

Selain itu, kata Salley, pemerintah Sri Lanka meminta pihak keluarga untuk membayar sekitar US$ 300 untuk menutupi biaya kremasi.

Otoritas kesehatan Sri Lanka mengatakan tubuh korban Covid-19 akan mencemari air tanah jika dikubur.

Pada 4 November, pemerintah menunjuk komite ahli untuk meninjau ulang kebijakan wajib kremasi. Dalam laporannya yang diserahkan pada 22 November, panitia menegaskan kembali kebijakan tersebut tanpa menyebutkan alasan apapun.

Kelompok Muslim dan Kristen Sri Lanka pun mengajukan petisi ke Mahkamah Agung terkait kebijakan wajib kremasi ini. Mereka menuntut hak untuk mengubur sesuai ajaran agama sebagai hak fundamental. Namun pengadilan pada 1 Desember menolak gugatan mereka.

Muslim, yang merupakan hampir 10 persen dari 21 juta penduduk Sri Lanka, telah menghadapi peningkatan serangan dari mayoritas garis keras Buddha Sinhala menyusul berakhirnya perang saudara antara separatis Tamil dan pasukan pemerintah pada 2009.

Hubungan antara kedua komunitas di Sri Lanka semakin memburuk setelah serangan gereja yang mematikan pada Minggu Paskah pada April tahun lalu, yang diklaim oleh kelompok ISIL (ISIS).

ALJAZEERA

https://www.aljazeera.com/news/2020/12/18/i-had-no-stre

Berita terkait

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

9 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

12 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

23 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

14 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

15 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya