Tik Tok Gandeng Innity Memperluas Pangsa Pasar di 22 Negara.
TEMPO.CO, Jakarta -Jepang menjadi negara kesekian yang mengkhawatirkan pencurian data pribadi via aplikasi TikTok. Anggota parlemen dari Partai Demokratik Liberal, yang merupakan partai penguasa di Jepang, telah meminta pemerintah untuk membatasi aplikasi video asal Cina itu.
"Ada kekhawatiran data pengguna akan berada di tangan Pemerintah Cina," sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 29 Juli 2020.
Keputusan tersebut diambil oleh kelompok anggota parlemen yang dipimpin mantan Menteri Ekonomi Akira Amari. Adapun keputusan itu dibuat pada hari Selasai kemarin dalam rapat.
Walau permintaan telah disampaikan ke Pemerintah Jepang, hal itu bersifat non formal. Pernyataan secara fromal, berupa proposal dan rekomendasi, tengah disusun di Parlemen Jepang dan ditargetkan sudah siap pada September 2020.
Hal senada terjadi di Amerika. Pada 20 Juli, Parlemen Amerika telah memutuskan untuk memblokir TikTok dari segala telepon genggam untuk pejabat pemerintah. Rancangan pelarangan sudah disiapkan dan Senat diprediksi akan menerimanya mengingat Presiden Donald Trump juga mendukung pemblokiran TikTok.
Rival Donald Trump di Pilpres Amerika nanti, Joe Biden, juga melakukan hal serupa soal TikTok. Ia melarang seluruh tim kampanyenya memakai aplikasi Cina tersebut atas alasan keamanan.
Di India, TikTok malah sudah diblokir. Perdana Menteri India Narendra Modi memblokirnya bersama 105 aplikasi Cina lainnya. Selain karena alasan keamanan, juga sebagai balasan atas insiden di perbatasan Cina yang menewaskan 20 tentara India.
Untuk menyelamatkan diri, TikTok membantah menyuplai data ke Pemerintah Cina. Mereka juga mengatakan akan mempekerjakan warga lokal. Di Amerika, misalnya, mereka mengklaim akan merekrut 10 ribu orang untuk moderasi konten, marketing, engineering, dan customer service.