Pasukan Marinir Amerika terjun dari pesawat MV-22 Osprey di North Carolina, pada Januari 2000. Pesawat ini diawaki 3 orang dan mampu mengangkut 24 pasukan. Marinir Amerika memiliki 360 pesawat MV-22B dan 48 unit HV-22 untuk melakukan serangan tempur dan misi dukungan tempur. USNAVY/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Angkatan Laut Amerika mengklaim satuan militer Cina telah menembakkan laser ke pesawat mereka, P-8 Surveillance, ketika melintasi Samudra Pasifik pekan lalu. Menurut mereka, aksi Cina tersebut sungguh berbahaya dan tidak seharusnya dilakukan.
"Laser dengan standar militer adalah alat berbahaya yang bisa mencelakakan tidak hanya kru pesawat, tetapi juga marinir yang berada di dalamnya," ujar Angkatan Laut Amerika dalam keterangan persnya sebagaimana dikutip dari CNN, Jumat, 28 Februari 2020.
Perlu diketahui, laser standar militer atau dikenal sebagai Dazzler adalah laser dengan daya jangkau jauh. Dazzler, umumnya, digunakan untuk menandai alutsista musuh agar memudahkan serangan balik. Namun, terkadang, Dazzler juga bisa dimanfaatkan untuk melumpuhkan pandangan musuh dengan cara ditembakkan ke arah kokpit.
Kejadian di Samudra Pasifik itupun bukan yang pertama kalinya. Pada tahun 2018, insiden serupa pernah terjadi. Kala itu, pemerintah Amerika menuduh Cina telah menembakkan Dazzler ke pesawat mereka, C-130J, yang melintas di atas kawasan Afrika Timur.
Angkatan Laut Amerika menegaskan bahwa mereka akan melayangkan protes formal ke militer Cina dalam waktu dekat. Harapannya, insiden serupa tidak akan terulang lagi di kemudian hari.
Apabila mengacu pada sejarah hubungan militer Cina dan Amerika selama ini, patut diduga insiden laser pekan lalu adalah imbas dari ketegangan antara Cina dan Amerika. Awal Februari lalu, Menteri Pertahanan Amerika, Mark Esper, menyebut Cina sebagai ancaman karena terus menambah kekuatan militer mereka untuk memperkuat pengaruh di Laut Cina Selatan.
"Kami terus memantau bagaimana mereka mengklaim dan mempersenjatai pulau-pulau yang ada di kawasan Laut Cina Selatan. Memanfaatkan teknologi dan kekuatan militer yang dimiliki, mereka mencoba memperkuat pengaruhnya di dunia untuk kepentingan pribadi," ujar Esper.